Empat Sahabat dan Bumi Pertiwi // Cerpen Nasionalisme (Lomba Cerpen Nasional Event Hunter Indonesia 2018)
Empat Sahabat dan Bumi Pertiwi
Oleh : Galuh Dewandaru
Hormaaat grak! Seru komandan
upacara diikuti seluruh peserta upacara di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus
2018.
Indonesia
tanah airku, tanah tumpah darahku
Di
sanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku
Indonesia
kebangsaanku, bangsa dan tanah airku
Marilah
kita berseru, Indonesia bersatu
Pengibaran bendera pusaka sukses dilaksanakan.
Paskibraka lega dan bersyukur atas suksesnya pengibaran Sang Saka Merah Putih,
tak henti-hentinya mereka melukiskan senyum senang dan bangga di wajahnya.
Begitupun Bapak Presiden Jokowi dan peserta upacara lainnya. Seiring dengan
itu, pesawat tempur F-16 dan Sukhoi melintas di atas Istana. Paduan suara dari
Orkestra Gita Bahana Nusantara juga melantunkan sejumlah lagu membuat suasana
peringatan Hari Kemerdekaan Ke-73 semakin meriah.
“Bik, gue kangen Indonesia…” Ucap Capella tanpa
mengalihkan pandangannya dari live
streaming youtube di layar androidnya.
“Pell, Pell. Dari tadi ngomong gitu terus sampe bosen
gue. Kan gue dah bilang tugas kita sekarang itu belajar yang serius, nanti kalo
kita dah selesai kuliahnya kita baru balik ke Indonesia. Bantu memajukan Ibu
Pertiwi.” Ucap Biko.
“Kapan ya Bik gue diundang ke Istana Negara?” Celetuk
Capella.
“Besok pas kita dah jadi konglomerat! Yakin gue Pell,
suatu saat nanti kita berdua pasti diundang langsung sama pak presiden ke
Istana Merdeka.” Jawab Biko sembari memakan rendang instan favoritnya.
”Capella Zarah dan Biko Nasution ayo melanjutkan perjalanan,
waktu sudah akan siang!” Seru Haigar si anak polos.
Capella,
Haigar, dan Biko merupakan anak pribumi yang sedang menuntut ilmu di Tambov
Technical State University, Russia. Mereka mendapatkan beasiswa LPDP sehingga
kuliah sampai ke negara yang menjadi tuan rumah FIFA World Cup 2018 itu.
Pagi
itu mereka hendak mengibarkan bendera merah putih di puncak Gunung Elbrus,
gunung tertinggi di Eropa. Dengan cuaca yang ekstrem, mereka tetap bersemangat
mendaki ke puncak Gunung Elbrus. Mereka tidak peduli raga berada dimana, tetapi
jiwa cinta tanah air selalu melekat di dalam dada.
“Aku lusa akan kembali ke bumi pertiwi Capella, Biko.”
Ucap Haigar di tengah perjalanan.
“Cevo? Sto?
Kok tiba-tiba? Ada apa boss?” Sontak Biko dengan Bahasa Russia.
“Aku akan merayakan qurban disana, dan tentu saja aku
akan mendukung Bentang di Asian Games!” Jawab Haigar dengan penuh semangat.
“Ah, gue iri sama lu Gar! Gue bersyukur sih udah bisa
nonton piala dunia kemaren, tapi gue tetep pengen lah ndukung Indonesia di
Asian Games, apalagi si Bentang tanding
pencak silat. Masa iya kita ga nonton plus ndukung sahabat kita…” Capella
memasang muka memelas.
“Tapi Gar, lu enggak nyesel apa? Ya lu tau sendiri lah
mau pulang pergi Indonesia Russia ga cuma butuh duit sedikit. Mendingan
ditabung buat berangkat haji kalo gue mah, hiks. Lagian kan kalo berangkat haji
dari Russia ke Mekkah jauh lebih murah.” Tambah Biko.
“Aku sudah memikirkan hal ini dengan matang kok, aku
tidak menyesal. Karena ini demi negaraku, Indonesiaku.”
***
Ponsel Capella berdering
dengan soundtrack lagu Meraih
Bintang.
“Zdrastvuite? Privyet?” Capella meng enter panggilan di ponselnya.
“Halo Capellaku, ga usah pake Bahasa Russia woy, wkwk.
Lu sehat disana?”
“Bentang! Huhuhu. Gue pengen nonton lu tanding di
Asian Games…” Capella menangis.
“Capella, udah lah gue enggak papa, support dan doa
tulus lu dari sana udah istimewa buat gue.” Kata Bentang pada sahabatnya
sekaligus kekasihnya.
“Tetep aja Bentang! Gue kurang sreg, gue… Gue kudu
nonton lu langsung. Pokoknya gimanapun caranya gue bakal nyupport lu langsung
di Asian Games nanti.”
“Wkwk, yasudah lah Capella. Apapun pilihan lu, gue
pasti dukung kok Pell. Satu hal yang mesti lu tau, tanpa lu datang kesini pun
lu selalu jadi motivasi gue untuk Nusantara.”
“Aww, sweet! Bentang, lu kudu semangat. Jangan lupa
tetep jaga kesehatan, harus seimbang antara latihan sama istirahat. Gue
khawatir lu drop kalo terlalu ambisius latihannya. O iya, Bentang doa gue
disini selalu ada buat lu. Jangan putus asa, bawa nama baik Indonesia kita! Udaci!” Kata Capella menyemangati.
“Spasiba,
thank you Capella!”
***
Pagi
itu di Universitas Negeri Tambov, Capella Zarah tengah sibuk dengan laptopnya.
Terlihat jelas ekspresi semrawut di wajahnya.
“Pagi boss! Buset dah dari kemaren lu nempel mulu sama
tuh laptop. Kasihan Bentang entar cemburu dia hahahaha.” Kata Biko yang entah
datang dari mana bersama dengan Haigar. Capella tak menggubris ejekan Biko.
“Kamu bisnis apa di Amazon Capella?” Tanya Haigar
melihat layar laptop Capella.
“Haigarr! Ihh, ngeselin banget ya kalian berdua! Dari
kemaren ganggu gue mulu. Gue tuh lagi fokus kerja. Gue butuh duit banyak demi
nonton Bentang! Gue kerja jadi reseller
dan dropshipper produk batik Solo di
Amazon, jadi freelancer, nulis di
blog, dan lagi nyobain jadi youtubers.
Siapa tau sukses ye kan?” Jelas Capella.
“Gue mau bantu, lu enggak keberatan kan? Untung gue
ahlinya di desain grafis.” Biko menawarkan diri.
“Eh iya Bik, lu kan rajanya adobe wkwkwk.”
Tidak
lama kemudian mucul salah satu dosen ternama di Universitas Negeri Tambov,
Dosen Marsha. Beliau sangat fasih berbahasa Indonesia karena beliau pernah
tinggal di Indonesia.
“Hei ribyat
Indonezitsi!” Sapa Dosen Marsha. Capella, Biko, dan Haigar melambaikan tangan.
“Besok ada festival budaya internasional di Moscow.
Saya rekomendasikan kalian ikut untuk mewakili negara kalian. Khususnya kamu
Capella, bukankah kamu pandai menari tarian Jawa? Saya jadi teringat dulu waktu
saya masih SD di Indonesia, saya sangat mengagumi keanekaragaman budaya dan alamnya
yang begitu memukau seperti kilauan jutaan bintang di Galaksi Milky Way!”
Cerita Dosen Marsha.
“Kaniesna da.
Tentu saja Dosen Marsha, dengan senang hati kami akan melakukannya. Tetapi Haigar
tidak bisa ikut sepenuhnya, karena dia besok akan pulang ke Indonesia.” Ungkap
Capella sambil menunjuk Haigar.
“Tidak apa-apa Haigar. Asalkan… Anda membawakan saya oleh-oleh
rendang dan pie susu, hehehe.” Mereka berempat saling bertatapan dan tertawa
bersama-sama.
***
Sorenya,
tiga sahabat itu sibuk latihan untuk acara festival besok. Capella tengah
menyiapkan dirinya dengan tari Gambyong Pareanom dari Solo dan berlatih menyanyikan
salah satu tembang macapat. Biko sibuk membuat vexel art, dan berbagai video desain grafis lainnya seputar
perwayangan untuk background panggung.
Sedangkan Haigar sedang menyiapkan beberapa naskah yang akan diceritakannya
keesokan hari.
Keesokan
harinya festival budaya di Kota Moscow begitu ramai dan meriah. Semua peserta
merupakan mahasiswa yang berasal dari segala penjuru dunia. “I sleduyusie ucasnik iz Indonezii!”
Ucap MC festival yang artinya Peserta selanjutnya dari Indonesia! Capella,
Biko, dan Haigar muncul dari ujung panggung dengan mengenakan pakaian adat yang
dirancang begitu apik dan menarik. Biko Nasution mengenakan pakaian adat
Sumatra, Haigar yang merupakan anak Dayak mengenakan pakaian adat Kalimantan,
dan tentu saja Capella dengan busana khas Jawa. Mereka mulai menunjukkan
kekayaan budaya, adat istiadat, dan pesona Indonesia. Capella menari dengan
sangat luwes, Haigar dengan lancarnya menceritakan tentang Indonesia yang amat
kaya dengan makanan khasnya yang begitu lezat, dan Biko dari balik layar mengurusi
background dan backsound panggung yang sesuai dengan ciri khas Indonesia.
Festival
budaya berjalan dengan sangat lancar. Biko, Haigar, dan Capella mendapat piagam
penghargaan. Hari itu menjadi pengalaman dan kenangan tak terlupakan bagi tiga
sahabat itu. Mereka juga sangat puas dan bangga hari itu bisa berpartisipasi
dan membawa nama baik negeri tersayang. Pulang dari festival, Haigar berpamitan.
Ia langsung menuju bandara. “Gar, bawain gue gulai sama kripik tempe lho Gar!
Awas aja kalo lupa! Astarozna, astarozna
Haigar! Hati-hati di jalan…” Biko menepuk bahu Haigar.
***
Seperti
biasa, Capella disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan barunya. Diantara stres
dan penat, ia tak mau putus semangat. Biko hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala
melihat sahabatnya yang satu ini. Benar saja atas keuletan seorang Capella ia
bisa mendapat uang senilai tujuh juta rupiah selama tiga hari terakhir. Capella memang cekatan, jadi tak heran
bila ia bisa secepat ini.
“Oii Bik! Lu percaya kagak? Barusan ada seorang CEO ternama
ngajakin gue kerjasama bisnis batik! Aaaaa, gue hari ini lagi ga mimpi kan?”
Capella menggebu-gebu.
“Buseeet! Seriusan gak lu? Ah elu Pell, jangan gampang
percaya dulu sama yang kek gituan. Nanti kalo kemakan omongan, mampus loh…”
“Gimana? Apaan si lu Bik? Songong amat! Kan elu
sendiri yang tiap hari bawel stay positive thinking. Terus ini apaan?
Kemunafikan yang hakiki?!” Capella marah luar biasa.
“Sett dah, bukan gitu maksud gue Pell…..” Capella
pergi mendobrak pintu keluar meninggalkan Biko yang belum selesai berbicara.
Gue ga salah ngomong kan? Emang kata-kata gue ambigu?
Ah dasar cewe, emang cewe selalu bener! Dia lagi PMS kali ya? Gumam Biko marah
dalam hati. Ia berusaha menenangkan pikiran sambil meneguk kopi cappuccino. Otaknya penuh dengan
pertanyaan bagaimana supaya Capella mau memaafkan dirinya.
***
Dua
hari berlalu sudah, Biko dibuat pusing kepayang oleh Capella Zarah. Capella
tetap bersikeras tak mau memaafkan Biko, ia selalu menghindar tiap Biko mendekatinya.
Sepertinya kebencian Capella akan Biko telah memuncak. Sampai keesokan harinya
Biko dibawa ke rumah sakit akibat penyakit asmanya kambuh. Keadaannya sangat
parah. Mendengar hal itu Capella tetap pada pendiriannya, ia bahkan tak mau
menahu keadaan Biko sekarang. Ia terlanjur benci dan patah hati karena
kesalahan Biko yang tak disengaja. Capella memang gadis yang baperan dan susah
sekali diajak berdamai jikalau terlanjur kesal.
Pada
sore hari yang senja, Capella begitu bahagia ketika CEO ternama yang kemarin
telah sah menandatangani surat perjanjian kerjasama bisnis batik. Ternyata CEO
itu kemarin ikut menyaksikan penampilan Capella, Biko, dan Haigar pada saat
festival budaya di Moscow yang pada akhirnya sangat tertarik dengan batik.
Semenjak itu Capella mendapat keuntungan yang amat banyak, bisnisnya begitu
sukses dan berhasil membuat batik menjadi trending
fashion internasional.
Capella berhasil menjadi
pengusaha muda yang sukses. Akhirnya, Capella langsung memesan tiket ke
Indonesia, ia membeli dua tiket sekaligus! Bakda sholat isya, Capella menjenguk
Biko. Ia sendiri tidak tau apa yang telah merasukinya sehingga ia memutuskan
mengunjungi Biko. “Bro! Lu sembuh sekarang ya, kalo enggak gue ga mau maafin lu
sampai akhir hayat!” Ucap Capella gengsi sambil menyodorkan sebuah tiket
pesawat pada Biko. “Syukurlahh! Sumpah gue takut banget oii! Iya gue sembuh nih
sekarang. Jiahaha! Prostite Pell,
maafin gua!” Jawab Biko tertawa terpingkal-pingkal. Yang benar saja semenjak
kedatangan Capella tadi keadaan Biko membaik dengan pesat.
Keesokannya,
Capella dan Biko akhirnya terbang menyusul Haigar untuk mendukung Bentang
Dirgantara di Asian Games 2018.
***
Tidak
salah kata pepatah, bahwa usaha tak akan mengkhianati hasil. Perjuangan dan
kehadiran Capella, Biko, dan Haigar sukses meledakkan semangat juang seorang
Bentang. Nama Bentang begitu meledak setelah berhasil menyabet medali emas
dengan skor telak. Tak sia-sia usaha Capella, Biko, dan Haigar jauh-jauh pulang
dari Russia demi menyupport sahabatnya Bentang. Begitupun Bentang, tak sia-sia
kerja keras dan berbagai tantangan yang telah dilaluinya selama ini dengan
susah payah. Akhirnya hasil kerja keras telah berbuah. Tak kalah dari tiga
sahabatnya yang mengharumkan negeri lewat festival budaya internasional, Bentang
pun ikut serta mengharumkan negeri atas kemenangannya.
Bukan
main senangnya mereka. Mereka berempat sempat bertemu, berjabat tangan, dan
berfoto dengan Pak Jokowi. Bahkan mereka diundang ke Istana Negara.
“Saya sangat
bangga dengan kalian teman-teman! Saya juga semakin mencintai dan bangga
menjadi anak Indonesia, meskipun saya ada sedikit keturunan Chinese.” Ucap
Haigar bangga.
“Ya toze tebya
lyublyu! I love you too Haigar sipit!” Goda Biko. Haigar jijik dibuatnya.
“Wakakaka. Bikin schedule
yok gaes! Habis makan rendang gimana kalo kita ngetrip ke Merbabu?” Ajak
Bentang membuka pembicaraan.
“Ayoooook!” Jawab Capella, Biko, dan Haigar
bersemangat.
Untuk
kedua kalinya akhirnya empat sahabat itu mendaki Merbabu. Mereka begitu
tersihir dengan keindahan alam Indonesia. Tidak seperti yang orang-orang
pikirkan negatif sehubungan Indonesia. Mereka sangat bangga dan mencintai
INDONESIA.
Komentar
Posting Komentar