Pengaruh Cap Labeling berbasis Hasil Tes Kepribadian MBTI terhadap Psikologis Manusia - Artikel Ilmiah


Pengaruh Cap Labeling berbasis Hasil Tes Kepribadian MBTI terhadap Psikologis Manusia

Galuh Dewandaru Al Amanah
Program Studi S1 Manajemen
Universitas Jember
Email :

ABSTRAK

            Akhir-akhir ini tenar tentang tes kepribadian MBTI yang tentu hasil akhirnya menjadi mengkotak-kotakkan manusia. Padahal hasil dari tes tersebut belum tentu 100% benar. Buktinya sampai sekarang masih banyak orang yang menentang tes kepribadian MBTI dan memang seringkali terjadi kesalahan di dalam hasil tes MBTI. Hal ini secara tidak langsung maupun secara langsung berpengaruh terhadap kondisi psikologis manusia entah itu bersifat positif maupun negatif. Walau begitu kebanyakan memang lebih condong ke pengaruh negatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apa saja pengaruh dari hasil tes kepribadian Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Selain itu, untuk mengetahui solusi dari pengaruh-pengaruh negatif hasil tes kepribadian MBTI.
            Pengumpulan data dilakukan dengan berbagai metode antar lain : studi kepustakaan, metode interview, dan browsing. Hasil penelitian ini berupa solusi dari pengaruh negatif cap labeling berbasis hasil tes kepribadian MBTI terhadap psikologis manusia.
Kata Kunci : Tes Kepribadian MBTI, Cap Labeling, Psikologis Manusia


Effect of Labelling Stamp based on MBTI Personality Test Results on Human Psychological

ABSTRACT

               These days, the popularity of the MBTI personality test, of course, the end result is making people into compartments. Though the results of these tests are not necessarily 100% correct. The proof is that until now there are still many people who oppose the MBTI personality test and indeed there are often errors in the MBTI test results. This matter indirectly or directly influences the condition of human psychological whether it is positive or negative. Even so, most are more inclined to negative influences. The purpose of this study was to determine what are the effects of the Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) personality test results. In addition, to find out solutions to the negative effects of MBTI personality test results.
               Data collection was carried out by various methods including : literature study, interview methods, and browsing. The results of this study are in the form of a solution of the negative influence of labelling based on the results of MBTI personality tests on human psychological.
Keywords : MBTI Personality Test, Labelling Stamp, Human Psychological
 
1.    PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini tenar tentang tes kepribadian MBTI yang tentu hasil akhirnya menjadi mengkotak-kotakkan manusia. Padahal hasil dari tes tersebut belum tentu 100% benar. Buktinya sampai sekarang masih banyak orang yang menentang tes kepribadian MBTI dan memang seringkali terjadi kesalahan di dalam hasil tes MBTI. Hal ini secara tidak langsung maupun secara langsung berpengaruh terhadap kondisi psikologis manusia entah itu bersifat positif maupun negatif. Walau begitu kebanyakan memang lebih condong ke pengaruh negatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apa saja pengaruh dari hasil tes kepribadian Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Selain itu, untuk mengetahui solusi dari pengaruh-pengaruh negatif hasil tes kepribadian MBTI.
Meski tes kepribadian MBTI populer, tes paling populer ini sebenarnya tidak mendapat dukungan kuat dari kalangan pakar psikologi dan psikiatri. Hal ini karena MBTI lahir sebelum perkembangan psikologi modern yang menggunakan metode ilmiah dan MBTI tidak memiliki dasar teori yang didukung bukti ilmiah. "Dalam ilmu sosial, kita menggunakan empat standar, yaitu apakah kategori ini bisa diandalkan, valid, independen, dan komprehensif. Sayangnya, jawaban untuk MBTI atas kategori ini secara berturut-turut adalah tidak terlalu, tidak, tidak, dan tidak juga," ujar Adam Grant, profesor ilmu psikologi University of Pennsylvania, dilansir Live Science.
Permasalahan lain dari MBTI adalah hasil asesmen kepribadian yang tidak konstan, di mana individu yang sama dapat memiliki hasil kepribadian yang berbeda jika mengambil tes beberapa kali. Selain itu, aplikasi dari hasil tes MBTI di dunia nyata juga diragukan, seperti misalnya, apakah individu dengan kepribadian tertentu lebih cocok untuk melakukan suatu pekerjaan dibandingkan orang dengan kepribadian lain? Masalah pada MBTI berasal dari dikotomi antara empat kategori utama yang digunakannya. Misal, seseorang pasti adalah seorang introvert atau extrovert, tidak ada titik tengah yang abu-abu di antara keduanya. "Hal ini menjadi batasan, karena sebenarnya orang tidak dapat dikategorikan sepenuhnya pada satu kategori, tapi terletak pada spektrum dimensi kepribadian dengan derajat yang berbeda," jelas Michael Ashton, profesor psikologi dari Brock University, Ontario. Ashton menjelaskan, sebagian besar orang terletak di tengah spektrum tersebut, dan hanya sedikit di antaranya yang terletak dalam sudut ekstrim. Dengan kategori dikotomis ini, hasil kepribadian yang sebenarnya menjadi kurang akurat dan menghilangkan banyak nuansa kepribadian yang unik.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwasannya hasil tes kepribadian MBTI tidak akurat dan sangat mungkin terjadi kesalahan sehingga hasil tes sangat bertentangan terhadap kepribadian manusia tersebut yang sesungguhnya. Hal ini tentu menjadi mengkotakkan kepribadian manusia sehingga sifat asli si manusia yang telah melihat hasil tes MBTI lambat laun pudar dan tidak menjadi dirinya sendiri. Secara tidak sadar kemungkinan dapat terjadi manusia tersebut menyesuaikan dirinya pada hasil tes kepribadiannya sehingga tidak menjadi dirinya sendiri yang sesungguhnya. Hal ini tentu berpengaruh terhadap jiwa atau psikis manusia. Maka dari itu, dibutuhkan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan ini.




2.        KAJIAN TEORI
2.1  Tes Kepribadian MBTI
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan, tempramen, ciri khas dan juga prilaku seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen tersebut akan terwujud dalam tindakan seseorang kalau di hadapkan kepada situasi tertentu. Tes psikologi atau psikotes atau tes kepribadian adalah bidang yang ditandai dengan penggunaan sampel perilaku untuk menilai konstruksi psikologis, seperti fungsi kognitif dan emosional, tentang individu tertentu.
Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah psikotes yang dirancang untuk mengukur preferensi psikologis seseorang dalam melihat dunia dan membuat keputusan. Psikotes ini dirancang untuk mengukur kecerdasan individu, bakat, dan tipe kepribadian seseorang. MBTI merupakan instrumen yang paling banyak digunakan.
MBTI dikembangkan oleh Isabel Briggs Myers pada sejak 1940. Psikotes ini dirancang untuk mengukur kecerdasan individu, bakat, dan tipe kepribadian seseorang. MBTI merupakan instrumen yang paling banyak digunakan. Telah diperbarui dan divalidasi secara ketat selama lebih dari tujuh puluh tahun. MBTI didasari pada jenis dan preferensi kepribadian dari Carl Gustav Jung, yang menulis Psychological Types pada tahun 1921. Tujuan dari MBTI adalah membuat teori tipe psikologis dijelaskan oleh Carl Jung dapat dimengerti dan berguna dalam kehidupan manusia. Sampai saat ini tes MBTI adalah tes kepribadian yang paling banyak dipakai di dunia selain tes enneagram. Tes ini juga dipakai untuk mengetahui karakter kepribadian karyawan perusahaan agar dapat ditempatkan pada bidang-bidang yang membuat potensi karyawan tersebut optimal.
Dalam mengembangkan MBTI, Isabel Briggs Myers dan Katharine Briggs Myers membahas dua tujuan terkait dalam perkembangan dan penerapan instrumen MBTI, yaitu:
1. Identifikasi dari dasar preferensi yang tersirat dalam Teori Carl Jung.
2. Identifikasi dan deskripsi dari 16 tipe kepribadian yang merupakan hasil dari interaksi dan preferensi.


Dalam Tes MBTI ini, ada empat dimensi kecenderungan sifat dasar manusia :
  1. Dimensi pemusatan perhatian: Introvert (I) vs. Ekstrovert (E)
  2. Dimensi memahami informasi dari luar: Sensing (S) vs. Intuition (N)
  3. Dimensi menarik kesimpulan & keputusan : Thinking (T) vs. Feeling (F)
  4. Dimensi pola hidup: Judging (J) vs. Perceiving (P)
Setiap tipe punya susunan fungsi kognitif yang berbeda-beda. Ada delapan fungsi kognitif yaitu :
  1. Se (Extroverted Sensing)
  2. Si (Introverted Sensing)
  3. Ne (Extroverted Intuition)
  4. Ni (Introverted Intuition)
  5. Te (Extroverted Thinking)
  6. Ti (Introverted Thinking)
  7. Fe (Extroverted Feeling)
  8. Fi (Introverted Feeling)
Berdasarkan dimensi dasar tersebut dihasilkan 16 tipe kepribadian manusia yang merupakan kombinasi dari 4 dimensi dasar tersebut. Kombinasi kepribadian MBTI ini adalah :
  1. ESTJ: Extrovert, Sensing, Thinking, Judging
  2. ENTJ : Extrovert, Intuition, Thinking, Judging
  3. ESFJ : Extrovert, Sensing, Feeling, Judging
  4. ENFJ : Extrovert, Intuition, Feeling, Judging
  5. ESTP : Extrovert, Sensing, Thinking, Perceiving
  6. ENTP : Extrovert, Intuition, Thinking, Perceiving
  7. ESFP : Extrovert, Sensing, Feeling, Perceiving
  8. ENFP : Extrovert, Intuition, Feeling, Perceiving
  9. INFP : Introvert, Intuition, Feeling, Perceiving
  10. ISFP : Introvert, Sensing, Feeling, Perceiving
  11. INTP : Introvert, Intuition, Thinking, Perceiving
  12. ISTP : Introvert, Sensing, Thinking, Perceiving
  13. INFJ : Introvert, Intuition, Feeling, Judging
  14. ISFJ : Introvert, Sensing, Feeling, Judging
  15. INTJ: Introvert, Intuition, Thinking, Judging
  16. ISTJ : Introvert, Sensing, Thinking, Judging

2.2  Teori Cap Labeling
Labeling merupakan salah satu hal yang menyebabkan kebingungan pada remaja yang menjadi satu dari macam macam psikologi khusus. Teori labeling ini lahir karena inspirasi dari perspektif interaksionisme simbolik yang kemudian berkembang lewat riset dan pengujian dalam bidang kriminolog, kesehatan, pendidikan dan juga kesehatan mental.
Menurut Lemert (dalam Sunarto, 2004) Teori Labeling adalah penyimpangan yang disebabkan oleh pemberian cap atau label dari masyarakat kepada seseorang yang kemudian cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut.
Dalam konsep teori labeling ini lebih menekankan pada 2 hal yakni menjelaskan permasalahan tentang mengapa dan bagaimana individu diberikan label. Sedangkan yang kedua adalah pengaruh dari label sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang sudah dilakukan oleh pelaku kejahatan tersebut.
Sedangkan Edwin Lemert [1950] memberi perbedaan tentang konsep teori labeling yakni primary deviance dan juga secondary deviance. Primary deviance lebih ditujukan pada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal. Saat label negatif ini diterapkan dengan umum dan kuat yang kemudian menjadi bagian identitas individu, maka diistilahkan Lemert menjadi penyimpangan sekunder yang dapat menimbulkan tanda tanda stress pada individu yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Martina Rini S. Tasmin, SPsi. Dalam teori labelling ada satu pemikiran dasar, dimana pemikiran tersebut menyatakan “seseorang yang diberi label sebagai seseorang yang devian dan diperlakukan seperti orang yang devian akan menjadi devian”.
Penerapan dari pemikiran ini akan kurang lebih seperti berikut “anak yang diberi label bandel, dan diperlakukan seperti anak bandel, akan menjadi bandel”. Atau penerapan lain “anak yang diberi label bodoh, dan diperlakukan seperti anak bodoh, akan menjadi bodoh”. Bisa juga seperti ini “Anak yang diberi label pintar, dan diperlakukan seperti anak pintar, akan menjadi pintar”.

Hal ini berkaitan dengan pemikiran dasar teori labelling yang biasa terjadi, ketika kita sudah melabel seseorang, kita cenderung memperlakukan seseorang sesuai dengan label yang kita berikan, sehingga orang tersebut cenderung mengikuti label yang telah ditetapkan kepadanya.
 Salah satu contoh ialah cap yang diberikan masyarakat pada remaja yang dianggap berperilaku menyimpang. Yang lebih parah, remaja tersebut sependapat pula dengan persepsi demikian. Sehingga pola penyimpangan mereka diperkutat yang mengakibatkan tidak mungkin bagi mereka untuk melepaskan diri dari pola penyimpangan semacam itu. Sekali para remaja itu mempunyai citra diri sebagai penyimpangan, maka mereka pun akan memilih teman-teman baru yang bisa mempertebal citra diri mereka. Manakalah konsep diri itu semakin tertanam, mereka pun bersedia mencoba penyimpangan baru yang lebih buruk.
Menurut para penganut teori labeling, banyak kenakalan remaja muncul karena cara penanggulangan sembrono dari pihak polisi, pengadilan dan petugas lainnya yang secara tidak sadar mengajar para remaja untuk memandang diri mereka sebagai anak nakal, serta berperilaku seperti anak nakal.
Namun kejadian tersebut bukannya proses yang selalu demikian; dengan kata lain, penyimpangan tidaklah selamanya seperti dicampakkan kebawah tanpa dapat berbuat apa-apa. Sang penyimpang tetap mempunyai pilihan. Maksudnya dalam proses menjadi seorang yang nakal, orang itu sendirilah yang menentukan arahnya.

2.3  Psikologis Manusia 
Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Para praktisi dalam bidang psikologi disebut para psikolog. Para psikolog berusaha mempelajari peran fungsi mental dalam perilaku individu maupun kelompok, selain juga mempelajari tentang proses fisiologis dan neurobiologis yang mendasari perilaku.
“Psikologi” berasal dari perkataan yunanipsyche yang artinya adalah jiwa, dan logosyang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi {menurut kata} psikologi artinya adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya.
Menurut Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia. Sedangkan emnurut KBBI, /psi·ko·lo·gis/  berkenaan dengan psikologi; bersifat kejiwaan: kegugupanmu itu jelas disebabkan oleh faktor-faktor. Psikologi artinya suatu ilmu yang mempelajari kejiwaan manusia.
Sedangkan psikologis merupakan keadaan jiwa seseorang. Psikologi adalah ilmunya, yaitu ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau perilaku manusia. Psikologis adalah persamaan kata dari psikis, mental, atau jiwa. Manusia itu terdiri dari dua bagian. Yaitu : (1) fisik dan (2) psikis atau psikologis.
Fisik merupakan kata lain dari raga, tubuh, atau badan. Jadi, segala hal yang bisa kamu tangkap dengan panca indera kita. Termasuk organ dalam tubuh. Sedangkan, psikis atau psikologis merupakan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh panca indera. Psikis merupakan kata lain dari jiwa, mental, atau psikologis. Contoh psikis ialah perilaku, isi pikiran, alam perasaan, kebiasaan, dan pengetahuan.

3.      METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data :
a.       Studi Kepustakaan
Metode ini dilakukan dengan mencari, membaca, dan mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen berupa buku yang berkaitan dengan tes kepribadian menggunakan metode Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) seperti buku berjudul “Mastering People Skill With MBTI”, artikel-artikel tentang tes kepribadian, dan literatur-literatur tugas akhir yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
b.      Metode Interview
Metode ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara atau bertanya langsung kepada pakar yang ahli untuk mendapatkan informasi dalam hal ini manager HRD PT. Winata Putra Mandiri yang berlaku juga sebagai Psikolog yaitu Ibu Yeni Febriyanti, S.Psi dan Bapak Lucky Firnandy Majanto, S.Psi. Selain itu, saya melakukan wawancara pada lima orang responden dengan latar belakang yang berbeda-beda sebagai data penelitian saya.
c.       Browsing
Tujuannya, pengumpulan data atau informasi dengan cara pencarian data-data atau informasi-informasi yang berhubungan dengan materi yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian, seperti yang terdapat pada www.psikologi.com, pada website tersebut terdapat banyak artikel yang berhubungan dengan tes kepribadian.

4.      HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian mengenai tes kepribadian MBTI :

1. Tidak Pernah Teruji dalam Eksperimen yang Terkontrol

Ronald E. Riggio menulis kritik terhadap tes MBTI dengan menggaris bawahi kekurangan utama dari tes ini, bahwa MBTI didasarkan pada teori yang tidak pernah teruji dalam eksperimen yang terkontrol. Teori kepribadian Jung selain didasarkan oleh pengamatan klinis, juga banyak didasari oleh mitologi dan hal mistis lainnya yang sulit dibuktikan secara ilmiah.  

2. Masalah Validitas dan Reabilitas

Hal lain menurut tulisan Riggio adalah banyak masalah validitas dan reliabilitas dalam alat tes ini, yang diperburuk dengan sedikit berkembangnya alat ukur ini sejak awal dibuatnya di tahun 1940. Masalah validitas dan reliabilitas ini juga merupakan hasil penelitian David J. Pettinger di tahun 2005, yang mengambil kesimpulan bahwa walaupun alat tes ini menawarkan kemudahan dan daya tarik lainnya, MBTI belum bisa mendukung klaim yang ada mengenai alat tes ini.

3. Masalah Label Kepribadian

Hal lain yang banyak dikritik dari alat ukur ini adalah bahwa tidak ada manusia yang murni satu atau tipe kepribadian lain. Jung sendiri mengatakan bahwa tidak ada individu yang murni introvert dan ekstrovert, dan bahwa mereka yang murni satu atau lainnya “merupakan orang gila yang seharusnya ada di rumah sakit jiwa”. MBTI mendorong kita untuk memilih satu atau tipe kepribadian lain untuk membentuk sebuah tipe kepribadian yang dibentuk oleh empat huruf, dan hal ini tidak akurat untuk menggambarkan kompleksnya manusia.
"Banyak penelitian di luar sana yang mengatakan bahwa MBTI tidak bisa memprediksi perilaku secara konsisten. Secara psikometri, konstruksinya juga aneh," kata Ronald Riggio, seorang Doktor Bidang Psikologi dari University of California, Riverside, dan saat ini mengajar di Claremont McKenna College. "Pertama kali saya melihat tes MBTI, saya kira itu bikinan mahasiswa baru, soalnya kacau banget konstruksi pertanyaannya."
Ketidaksukaan Riggio terhadap tes ini diamini oleh banyak orang dari komunitas psikolog profesional. Seorang spesialis tes kepribadian, Robert Hogan menyebut MBTI "tidak beda jauh dengan ramalan," dalam bukunya Personality and the Fate of Organizations. Adam Grant, seorang psikolog dari University of Pennsylvania juga mengatakan "tidak ada bukti bahwa tes MBTI akurat." Grant menyimpulkan MBTI tidak memiliki "kemampuan prediktif terhadap kondisi psikologis seseorang," sama sekali. David J. Pittenger, asisten profesor yang pernah meneliti MBTI di University of Indiana dalam sebuah paper awal 90an menulis tanpa tedeng aling-aling bahwa, "tidak ada bukti jelas bahwa ada 16 kategori unik ini dapat menjelaskan semua kepribadian manusia."
Keluhan utama tentang MBTI adalah bagaimana tes tersebut bisa mengukur insting kognitif. Myers-Briggs bekerja dalam binari—entah kamu masuk kategori judging (bertindak cepat, dan terorganisir) atau perceiving (lebih terbuka, toleran dan mudah beradaptasi), intuitive (menggunakan insting) atau sensing (menggunakan logika)—yang memasukkan peserta ke dalam kategori berdasarkan jawaban mereka. Masalahnya, ini tidak melambangkan kompleksnya kepribadian manusia, yang tidak bisa diukur secara hitam dan putih. Kebanyakan orang berada di area tengah-tengah, dan inilah prinsip dasar yang MBTI gagal untuk mengerti.
"Untuk introversion dan extroversion, kamu diberikan huruf 'I' atau 'E'. Dan karena tesnya bersifat benar/salah, tidak banyak variasi yang bisa terjadi," jelas Riggio. "Tes kepribadian yang lain mengukur kepribadian sebagai sebuah kontinum. Mereka bisa mengatakan, 'Kamu agak I,' atau ,'Kamu ada di tengah-tengah,' atau, 'Kamu agak E.'"
Riggio juga tidak terlalu menganggap hasil penelitian Carl Jung, karena ya Carl Jung bukanlah seorang peneliti. Jung muncul dari era psikologi Freudian, yang lebih bersifat meratapi kondisi manusia dan bukan sains. "Teori Jung tidak dianggap solid," jelasnya. "Dia bukan seorang yang empiris. Dia tidak mengumpulkan data."
Lalu penyebab MBTI begitu populer karena mereka deksripsi yang mempesona bagi setiap kepribadian. Tidak ada unsur negatif di 16personalities.com. Semua kalimat mengandung optimisme—lengkap dengan sub-kategori menjabarkan persahabatanmu, hubungan romantis, kesempatan karir, dan kebiasaan di lingkungan kerja. Bahkan ada pilihan profile premium berbayar yang menjanjikanmu cara untuk "menyayangi semua orang berdasarkan kualitas positifmu dan cara memanfaatkan kelemahan kita."
"Deskripsi dasarnya semua ditulis secara positif," jelas Riggio. "Psikologis menyebut ini Barnum Effect. Barnum Effect mengatakan ketika kamu menulis sesuatu yang sangat umum (bisa diterapkan ke semua orang), mereka akan terdengar benar. Justru hal-hal yang serba positif dan generik akan menyebabkan orang berucap, 'Wah gila ini bener banget—ini gue banget.'" Intinya tes MBTI tidak beda jauh dengan hororskop.
Tapi ya ada juga beberapa orang dalam komunitas psikolog yang menggunakan tes Myers-Briggs, terutama kamu hendak memperkerjakan seseorang. John Johnson, seorang psikolog kepribadian di Pennsylvania State University mengatakan biarpun MBTI memang gagal menggambarkan kompleksitas spektrum luas introversion/extroversion, misalnya, masalah ini juga menimpa evaluasi-evaluasi kepribadian lainnya.
"Ketika kamu hendak membuat keputusan berdasarkan skor kepribadian, keputusan itu sudah pasti bersifat binari atau kategoris," jelasnya. "Contohnya, apakah seorang individu memiliki sifat kepribadian A, B, atau C yang cukup sesuai kebutuhan pekerjaan? Kamu harus memutuskan mau memperkerjakan orang tersebut atau tidak—tidak ada area abu-abu. Dalam kasus macam ini—entah tentang orang lain, atau kamu sendiri—kamu dipaksa untuk memperlakukan spektrum kepribadian sebagai tipe kategori."
Tetap saja, Johnson sadar bahwa dia adalah bagian dari minoritas di komunitas psikolog. Tapi gakpapa—dia memperjuangkan hak orang-orang awam seperti kita untuk menikmati diagnosis tes kepribadian tanpa merasa bodoh. "Psikolog-psikolog akademis hampir secara universal mengkritik MBTI dan tes-tes yang serupa karena tidak mengikuti standar profesional penilaian psikologis," jelasnya. "Kontroversinya disebabkan karena adanya psikolog akademis yang menolak MBTI, namun disisi lain ada juga praktisi di bidang lain yang menggunakan MBTI dan menganggapnya berguna."
Riggio mengakui hal ini. "Kalau orang melakukan penelitian yang cukup, ya saya rasa gakpapa ngambil MBTI buat eksplorasi diri," katanya. "Kalau orang jadi tertarik dengan psikologi, ini kan efek yang positif."
Pada penelitian kali ini saya mewawancarai empat orang responden dari latar belakang yang berbeda-beda, diantaranya adalah berikut ini :
1.      Latifa Nur Natasyabila (17 tahun), Mahasiswi FKG UNEJ.
Hasil tes kepribadian MBTI : ISFJ (Pembela).
Menurutnya hasil tersebut 80% benar sesuai dengan kepribadian aslinya. Kesalahan hasil tes MBTI nya yaitu sangat baik dalam berkomunikasi dan memiliki hubungan sosial yang kuat, memiliki standar yang tinggi sehingga bekerja sangat keras. Menurut Latifa kesalahan tersebut menjadi label pada dirinya sehingga Latifa tidak mau mengakui kebenarannya dan merasa tidak menjadi dirinya sendiri. Namun baginya itu berpengaruh positif terhadap dirinya karena secara tidak sadar dia harus menyesuaikan diri dengan hasil tes nya sehingga bisa jadi seseorang yang  sangat baik dalam berkomunikasi dan memiliki hubungan sosial yang kuat, memiliki standar yang tinggi sehingga bekerja sangat keras. Selain itu, Latifa tidak setuju dengan hasilnya bahwa dia keras kepala. Menurutnya itu salah. Dalam menyikapi hal ini Latifa akan meminta saran pada teman-temannya untuk mengatasi permasalahan ini.
2.      Hadi Buyung (21 tahun), mahasiswa TI POLIJE.
Hasil tes kepribadian MBTI : ESFJ (Konsul).
Menurutnya hasil tes ini hampir 51% benar. Dia diantara setuju dan tidak setuju terhadap tes kepribadian MBTI ini. Meski begitu, dia tidak begitu mempedulikan hasil tes MBTI tersebut karena menurutnya itu hanyalah tes kepribadian online biasa. Jadi, tes ini sama sekali tidak berpengaruh terhadap psikisnya. Apabila dia di judge mengenai hasil tes kepribadiannya dia akan mengikuti mood nya waktu itu. Jika kala itu mood sedang baik dia santai dan oke oke saja. Sedangkan bila mood sedang tidak baik dia baru mengambil hati. Untuk menyikapi hal itu ia akan lebih banyak menyendiri dan tidak mau diganggu, lalu introspeksi diri supaya mood membaik dan tidak larut dalam kepedihan.
3.      Dwi Putri Ningrum (18 tahun), mahasiswi BTP POLIJE.
Hasil tes kepribadian MBTI : ESFP (Penghibur)
Menurutnya hasil tes ini 50% benar. ESFP memiliki kelemahan yaitu egois, tidak sabar, dan sedikit gelisah. Menurut Putri dia memang merasa sedikit egois. Namun dia akan merasa insecure apabila dijudge seorang yang egois, tidak sabar, dan sedikit gelisah. Dia akan menentang dan tidak menerima itu meskipun memang sedikit benar. Hal ini akan mempengaruhi dan mengganggu psikisnya. Solusi untuk menghadapi permasalahan tersebut bagi Putri yaitu dengan cara curhat dan meminta saran serta solusi pada orangtua atau teman dekatnya, untuk mendapat motivasi dan supaya bangkit dari permasalahan tersebut.
4.       Elly Ulya Putri (18 tahun), mahasiswi PTH POLIJE.
Hasil tes kepribadian MBTI : ESTJ (Eksekutif)
Menurut saudari Elly hasil tes MBTI tersebut benar 90% real. Elly kurang setuju terhadap hasil tes nya jikalau ia harus berkuasa dan ambisius, menurutnya itu bertentangan dengan kepribadiannya yang asli. Sejatinya, ia hanya ingin menjadi seorang teladan, bukan menjadi penguasa. Akan tetapi, setelah berpikir lebih dalam Elly merasa bahwa dirinya memang suatu saat harus menjadi penguasa, sebab dia adalah anak pertama dari ketiga adiknya. Sehingga ia mau tak mau harus memimpin adik-adiknya dan berkuasa. Jadi, ia justru terbantu dan tersadarkan sebab hasil tes kepribadian MBTI tersebut. Pada intinya, Elly merasa sangat puas pada hasil tes tersebut, dan membuat Elly mengerti apa yang harus ia lakukan kedepannya.
Berdasarkan hasil interview tersebut dapat disimpulkan bahwa cap labeling berbasis hasil tes kepribadian MBTI memang berpengaruh terhadap psikologis atau psikis manusia. Entah itu pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positifnya berupa lebih mengetahui secara mendalam mengenai karakter pribadi, lebih mengenal diri sendiri, sadar akan kesalahan yang ada di dalam diri, bisa menjadi pribadi yang lebih baik sebab menyesuaikan diri pada sifat positif pada hasil tes kepribadian yang seharusnya melekat pada dirinya atau memperbaiki diri dan memberi motivasi, serta mengetahui apa yang harus dilakukan kedepannya. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu tidak menjadi diri sendiri, tidak mau jujur akan identitas kepribadiannya (tidak mengakui sifatnya yang sebenarnya, tapi mengatakan sifatnya berdasarkan apa yang ia pribadi inginkan), dapat terjadi manipulasi self-assesment, dapat menjadi akar perpecahan sebab adanya pelabelan terhadap pergaulan, terjadi streotipe, menutup potensi seseorang, merasa insecure, psikis dan mental terganggu sebab adanya judgement dan pelabelan yang salah dari orang-orang. Serta, hasil tes MBTI ini banyak disalahgunakan untuk melabelkan hingga menjustifikasi karakter orang lain atau mempetak-petakkan karakter orang. Hal ini bisa berujung pada stres berat atau bahkan lebih parah lagi apabila tidak segera ditangani dengan tepat.
Solusi dari pengaruh-pengaruh negatif tersebut diantaranya yaitu bisa dengan lebih banyak menyendiri dan tidak mau diganggu, lalu introspeksi diri supaya mood membaik dan tidak larut dalam kepedihan. Jangan menganggap hasil tes kepribadian MBTI terlalu serius. Bisa konsultasi ke psikolog secara langsung untuk menangani masalah ini, curhat dan meminta saran serta solusi pada orangtua atau teman-teman untuk mendapat motivasi dan supaya bangkit dari permasalahan tersebut.

5.      KESIMPULAN
MBTI merupakan instrument pengembangan kepribadian berlandaskan theory psikologi Jung yang merupakan teori psikology sebagai hasil subjectifitas melalui interpretasi-interpretasi Jung terhadap fenomena dan symbol-simbol yang menjadi ketertarikan dan keyakinan Jung pada saat itu.  Jung dalam menginterpretasikan fenomena dan symbol-simbol berlandaskan pada  penemuan-penemuan astrology dan alchemy zaman sebelum masehi, empodecles, hipocrates dan peninggalan ukiran-ukiran kayu bangsa jerman. MBTI sebagai instrument kepribadian yang berdasarkan teori Jung masih dipertanyakan keberadaannya ditengah masyarakat modern (Case & Phillipson, 2004).
Cap labeling berbasis hasil tes kepribadian MBTI memang berpengaruh terhadap psikologis atau psikis manusia. Entah itu pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positifnya berupa lebih mengetahui secara mendalam mengenai karakter pribadi, lebih mengenal diri sendiri, sadar akan kesalahan yang ada di dalam diri, bisa menjadi pribadi yang lebih baik sebab menyesuaikan diri pada sifat positif pada hasil tes kepribadian yang seharusnya melekat pada dirinya atau memperbaiki diri dan memberi motivasi, serta mengetahui apa yang harus dilakukan kedepannya. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu tidak menjadi diri sendiri, tidak mau jujur akan identitas kepribadiannya (tidak mengakui sifatnya yang sebenarnya, tapi mengatakan sifatnya berdasarkan apa yang ia pribadi inginkan), dapat terjadi manipulasi self-assesment, dapat menjadi akar perpecahan sebab adanya pelabelan terhadap pergaulan, terjadi streotipe, menutup potensi seseorang, merasa insecure, psikis dan mental terganggu sebab adanya judgement dan pelabelan yang salah dari orang-orang. Serta, hasil tes MBTI ini banyak disalahgunakan untuk melabelkan hingga menjustifikasi karakter orang lain atau mempetak-petakkan karakter orang. Hal ini bisa berujung pada stres berat atau bahkan lebih parah lagi apabila tidak segera ditangani dengan tepat.
Solusi dari pengaruh-pengaruh negatif tersebut diantaranya yaitu bisa dengan lebih banyak menyendiri dan tidak mau diganggu, lalu introspeksi diri supaya mood membaik dan tidak larut dalam kepedihan. Jangan menganggap hasil tes kepribadian MBTI terlalu serius. Bisa konsultasi ke psikolog secara langsung untuk menangani masalah ini, curhat dan meminta saran serta solusi pada orangtua atau teman-teman untuk mendapat motivasi dan supaya bangkit dari permasalahan tersebut.

6.      DAFTAR PUSTAKA
[2] https://kbbi.web.id/psikologis, akses November 2019
[3] https://widdy.weebly.com/blog/sekilas-tentang-teori-labelling, akses November 2019
[9] https://dosenpsikologi.com/teori-labeling-dalam-psikologi, akses November 2019
[10] Essig, T., (2014, 29 September). “The Mysterious Popularity of the Meaningless Myers-Briggs (MBTI)”. Forbes.
[11] Riggio, R.E., (2014, 21 Februari). “The Truth About Myers-Briggs Types”. Psychology Today.
[12] Pittenger, D.J. (2005). Cautionary comments regarding the Myers-Briggs Type Indicator. Consulting Psychology Journal: Practice and Research, 57(3), 210-221.
“Why is the MBTI widely used?”. 
[13] Stormberg, J., Caswell, E., (2015, 8 Oktober). “Why the Myers-Briggs test is totally meaningless”. Vox
[16] Carl Gustav Jung (1971). “Collected Works of C.G Jung”.6. Princeton Unicersity Press.
[17] Priebe, Heidi. (2015). “If You’re Confused about Yours Myers Briggs Personality Type, Read This: An Intro to Cognitive Functions.” Diakses November 2019

Komentar

Postingan Populer