ESSAY MENCETAK MAHASISWA MANAJEMEN YANG BERKARAKTER AKADEMIS, INOVATIF, DAN PENGABDI UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045 MELALUI PENDIDIKAN BERKUALITAS - Syarat Kelulusan Osjur Manajemen FEB UNEJ 2019
ESSAY
MENCETAK
MAHASISWA MANAJEMEN YANG BERKARAKTER AKADEMIS, INOVATIF, DAN PENGABDI UNTUK
MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045 MELALUI PENDIDIKAN BERKUALITAS
Galuh
Dewandaru Al Amanah
190810201154
Kelompok : 18
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
JEMBER
MENCETAK
MAHASISWA MANAJEMEN YANG BERKARAKTER AKADEMIS, INOVATIF, DAN PENGABDI UNTUK
MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045 MELALUI PENDIDIKAN BERKUALITAS
Galuh
Dewandaru Al Amanah
190810201154
Abstrak
Pendidikan
adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan,
dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.
Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk manusia yang tidak hanya
cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan filosofis tetapi
juga mampu mengembangkan spiritualnya. Pendidikan setelah jenjang SMA tanpa dosen,
ibarat ruangan tanpa cahaya. Dosen memiliki peran yang sangat strategis bagi
dunia pendidikan di perkuliahan, karena dari semua komponen pendidikan yang ada
seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pembelajaran, dosen, mahasiswa,
orang tua, dan lingkungan, yang paling menentukan adalah dosen.
Dosen
memiliki kedudukan yang sangat mulia. Contohnya dosen manajemen, dari merekalah
tercetak mahasiswa manajemen Indonesia yang berkarakter akademis, inovatif, dan
pengabdi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045. Tantangan pendidikan
berkualitas, mengharuskan dosen untuk lebih kreatif, inovatif, dan inspiratif
dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi
emas Indonesia Tahun 2045. Dosen menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya
manusia yang tidak hanya produktif tetapi juga unggul dan religius. Sehubungan
dengan itu, tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan mahasiswa
manajemen bangsa. Peran pendidikan dalam mempersiapkan generasi 2045 sangat
penting. Target yang dicanangkan pemerintah berupa mencetak mahasiswa Indonesia
yang berkarakter akademis, inovatif, dan pengabdi untuk mewujudkan Indonesia
emas 2045 dalam sepuluh atau dua puluh tahun kedepan yaitu dengan meluaskan
kesempatan akses pendidikan lebih tinggi. Selain itu, dengan meningkatkan
kualitas pendidikan sejalan dengan upaya meningkatkan kompetensi dan
kesejahteraan dosen. Untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045, penting
bagi dunia pendidikan melakukan perubahan pola pikir.
Pendidikan
tidak sekadar dimaknai dengan transfer akademik (keilmuan) saja, melainkan
dilengkapi dengan karakter. Keseimbangan akademik dan karakter inilah yang
perlu disiapkan sejak sekarang. Pemerintah selalu menuntut dosen untuk bisa
lebih kreatif, inovatif dan inspiratif dalam mendesain kegiatan pembelajaran
yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia. Jika memang dosen
menjadi kunci utama, seharusnya pemerintah meletakkan kekuasaan penuh terhadap dosen
untuk menyusun kurikulum serta mengevaluasi. Untuk mencapai generasi emas
Indonesia maka diperlukan juga usaha meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
Kata
Kunci : mahasiswa manajemen, pendidikan berkualitas, generasi emas Indonesia
MENCETAK
MAHASISWA MANAJEMEN YANG BERKARAKTER AKADEMIS, INOVATIF, DAN PENGABDI UNTUK
MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045 MELALUI PENDIDIKAN BERKUALITAS
Galuh
Dewandaru Al Amanah
190810201154
Abstract
Education is the
learning of the knowledge, skills and habits of a group of people who are passed
down from one generation to the next through teaching, training, or research.
Education is a process to form humans who are not only intellectually
intelligent, able to think scientifically and philosophically but also able to
develop their spiritual. Education after high school level without lecturers is
like a room without light. Lecturers have a very strategic role for the world
of education in lectures, because of all the existing educational components
such as curriculum, infrastructure, learning methods, lecturers, students,
parents, and the environment, the most decisive is the lecturer.
Lecturers have a very
noble position. For example management lecturers, from which they printed
Indonesian management students with academic, innovative and devoted characters
to realize the golden Indonesia of 2045. The challenge of quality education,
requires lecturers to be more creative, innovative, and inspiring in designing
quality learning activities to meet Indonesia's golden generation 2045.
Lecturers become the main key to the success of human resources that are not
only productive but also superior and religious. In this connection, it is
inseparable from the government's efforts to work together to educate the
nation's management students. The role of education in preparing generation
2045 is very important. The target set by the government is to produce
Indonesian students with academic, innovative, and devoted characters to
realize the 2045 golden Indonesia in the next ten or twenty years by expanding
opportunities for access to higher education. In addition, by improving the
quality of education in line with efforts to improve the competence and welfare
of lecturers. To prepare for the golden generation of Indonesia in 2045, it is
important for the education world to change its mindset.
Education is not just
meant by academic transfer (science), but is equipped with character. It is
this academic and character balance that needs to be prepared from now on. The
government always demands lecturers to be more creative, innovative and
inspiring in designing quality learning activities to meet the golden
generation of Indonesia. If the lecturer is the main key, the government should
put full power over the lecturer to arrange the curriculum and evaluate it. To
reach the golden generation of Indonesia, efforts are also needed to improve
the quality of education in Indonesia
Keywords : management students, quality education, the golden generation of
Indonesia
PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan,
dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.
Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk manusia yang tidak hanya
cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan filosofis tetapi
juga mampu mengembangkan spiritualnya. Pendidikan setelah jenjang SMA tanpa
dosen, ibarat ruangan tanpa cahaya. Dosen memiliki peran yang sangat strategis
bagi dunia pendidikan di perkuliahan, karena dari semua komponen pendidikan
yang ada seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pembelajaran, dosen,
mahasiswa, orang tua, dan lingkungan, yang paling menentukan adalah dosen.
Dosen
memiliki kedudukan yang sangat mulia. Contohnya dosen manajemen, dari merekalah
tercetak mahasiswa manajemen Indonesia yang berkarakter akademis, inovatif, dan
pengabdi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045. Tantangan pendidikan
berkualitas, mengharuskan dosen untuk lebih kreatif, inovatif, dan inspiratif
dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi
emas Indonesia Tahun 2045. Dosen menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya
manusia yang tidak hanya produktif tetapi juga unggul dan religius. Sehubungan
dengan itu, tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan mahasiswa
manajemen bangsa. Peran pendidikan dalam mempersiapkan generasi 2045 sangat
penting. Target yang dicanangkan pemerintah berupa mencetak mahasiswa Indonesia
yang berkarakter akademis, inovatif, dan pengabdi untuk mewujudkan Indonesia
emas 2045 dalam sepuluh atau dua puluh tahun kedepan yaitu dengan meluaskan
kesempatan akses pendidikan lebih tinggi. Selain itu, dengan meningkatkan
kualitas pendidikan sejalan dengan upaya meningkatkan kompetensi dan
kesejahteraan dosen. Untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045, penting
bagi dunia pendidikan melakukan perubahan pola pikir.
Pada
masa sekarang, pendidikan di Indonesia merujuk pada UUD 1945 Pasal 31 dan UU No
23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu prinsip gerakan
reformasi dalam pendidikan adalah pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. Namun saat ini, Sistem
pendidikan di Indonesia terlalu memaksa mahasiswa untuk dapat menguasai sekian banyak
bidang studi dengan materi yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat para
mahasiswa merasa tertekan/stress yang dampaknya membuat mereka suka bolos,
bosan kuliah, tawuran, mencontek, dan lain-lain. Pada akhirnya mereka tidak
dapat mengerjakan ujian dengan baik, nilai mereka kurang padahal sudah
dilakukan remidi, dan supaya dianggap bisa mengajar atau karena tidak boleh ada
nilai kurang atau karena kasihan beban pelajaran mahasiswa terlalu banyak,
kemudian dosen melakukan manipulasi nilai IPK. Nilai IPK inilah yang kemudian
dijadikan dasar untuk memperoleh beasiswa atau melanjutkan kuliah tingkat
lanjut atau mendaftar pekerjaan dan lain sebagainya.
Berdasarkan laporan Education for All Global
Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011, tingginya angka putus kuliah
menyebabkan peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di peringkat
69 dari 127 negara dalam Education Development Index. Sementara, laporan Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah.
Perkembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan
negara-negara berkembang lainnya. Menurut Education For All Global Monitoring
Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil
pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI)
Indonesia berada pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34).
Sehubungan dengan itu, penulis sangat tertarik mengangkat masalah-masalah
pendidikan tersebut yang penulis tuangkan dalam sebuah karya ilmiah yang
berjudul “Mencetak Mahasiswa Manajemen Yang Berkarakter Akademis, Inovatif, Dan
Pengabdi Untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045 Melalui Pendidikan Berkualitas”. (JurnalEdikInformatika
Penelitian Bidang Komputer Sains dan Pendidikan InformatikaV3.i2(73-87)
PEMBAHASAN
Beberapa
ahli yang mendefinisikan pendidikan, salah satunya adalah menurut John Dewey,
pendidikan adalah proses tanpa akhir (education in the process without end).
Dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental,
baik menyangkut daya pikir (daya intelektual) maupun daya emosional (perasaan)
yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Ditinjau dari sudut
hukum, definisi pendidikan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat (1) dalam artikel Hikmawati (20130, bahwa “Pendidikan
adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Berangkat dari definisi pendidikan
yang telah dijabarkan pada paragraf di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan
merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan
ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat
dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di
dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil
pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan
pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu
diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai
subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang
berpribadi, yang bertanggung jawab.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan Nasional
pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari Pendidikan Nasional Tahun
2012 adalah “Bangkitnya Generasi Emas
Indonesia”. Karena pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa kita dikaruniai
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia
produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama
kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan
dengan baik, populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut insya
Allah akan menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat
berharga. Di sinilah peran strategis pembangunan bidang pendidikan untuk
mewujudkan hal itu menjadi sangat penting. (Kemeterian Pendidikan dan
Kebudayaan:Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Peringatan Hari
Pendidikan Nasional 2012, Rabu, 2 Mei 2012).
Karena
merupakan generasi penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat
produktif, sangat berharga, dan sangat bernilai, sehingga perlu dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan
yang cerdas, dan insan yang kompetitif, serta menjadi bonus demografi. Mengapa
berkarakter? Karena karakter menentukan kulitas moral dan arah dari setiap
generasi muda dalam mengambil keputusan dan tingkah laku. Karena karakter
merupakan bagian integral yang harus dibangun,agar generasi muda sebagai
harapan bangsa,sebagai penerus bangsa yang akan menentukan masa depan harus
memiliki sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar
dalam upaya membangun bangsa. Mengapa Cerdas? Karena dengan kecerdasan yang
tinggi,akan mampu memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk sukses
mencapai tujuan. Kemampuan,yaitu karakteristik diri individu yang ditampilkan
dalam bentuk perilaku untuk memenuhi kebutuhan/tuntutan tertentu.
Manipulasi,yaitu perilaku aktif dan disengaja untuk melihat dan
mengorganisasikan dalam membentuk hubungan antar unsur yang ada dalam suatu
kondisi. Unsur-unsur,yaitu hasil pemilahan/pemisahan atas bagian-bagian dari
suatu kesatuan tertentu. Tujuan, yaitu kondisi yang diharapkan terjadi melalui
penampilan kemampuan dalam bentuk usaha. Sukses adalah kondisi yang
unsur-unsurnya sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Mengapa Kompetitif?
Karena dengan kemampuan kompetitif, akan mampu mencapai keunggulan,memiliki
daya saing dengan bangsa-bangsa lain, dan akan menjunjung tinggi harkat dan
martabat bangsa Indonesia. Akan menjadi bangsa dan negara yang besar, kuat, disegani,
dan dihormati keberadaannya di tengah-tengah bangsa di dunia. Ini akan menjadi
perwujudan cita-cita bangsa Indonesia setelah 67 tahun merdeka.
Generasi
emas sebagai generasi penerus bangsa
yang akan menentukan masa depan dan int depan diri dan bangsegritas bangsa
Indonesia. Generasi emas adalah generasi yang memandang masa depan diri dan
bangsanya, merupakan hal yang pertama dan utama. Generasi emas adalah generasi
muda yang penuh optimisme dan gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir
yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar. Generasi emas adalah generasi
dengan visi ke depan yang cemerlang, kompetensi yang memadai, dan dengan
karakter yang kokoh, kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif,merupakan produk
pendidikan yang diidam-idamkan.
Peserta
didik dalam setiap jenjang, jenis,dan jalur pendidikan merupakan individu yang sedang dalam
masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,sedang dalam proses pengembangan dan
pembentukan diri secara terus menerus untuk menjadi generasi emas yaitu insan yang bekarakter, cerdas dan
kompetitif. Proses pembentukan diri
terus-menerus (on going formation) ini terjadi dalam kerangka ruang dan
waktu, melalui proses pendidikan bermutu.
Generasi
emas sebagai generasi penerus bangsa mempunyai peranan penting dalam upaya
pembangunan karakter bangsa, yaitu sebagai :
a.
Pembangun kembali karakter bangsa yang positif. Esensi peran ini adalah adanya kemauan keras
dan komitmen dari generasi emas untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral di
atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus upaya kolektif untuk
mengintegrasikannya pada kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari.
b.
Pemberdaya karakter. Pembagunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan
cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus sehingga generasi
muda yang merupakan generasi emas juga dituntut untuk mengambil peran sebagai
pemberdaya karakter.Bentuk praktisnya adalah kemauan dan hasrat yang kuat dari
generasi emas untuk menjadi peran model dari pengembangan karakter bangsa yang
positif.
c. Perekayasa karakter sejalan dengan perlunya
adatifitas daya saing untuk memperkuat ketahan bangsa.Peran ini menuntut
generasi emas sebagai generasi penerus bangsa untuk terus melakukan
pembelajaran.
Dalam
rangka menyiapkan bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan pembangunan
pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia
yang berkualitas,maju,mandiri,dan modern,serta meningkatkan harkat dan martabat
bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi
besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam
konteks demikian,pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang
sangat luas,yaitu dimensi sosial,budaya, ekonomi dan politik.
Dalam
perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang
mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam mobilitas
masyarakat. Pendidikan menjadi faktor penting dalam mendorong percepatan mobilitas masyarakat, yang mengarah pada
pembentukan formasi sosial baru. Formasi sosial baru ini terdiri atas lapisan
masyarakat kelas menengah terdidik, yang menjadi elemen penting dalam meperkuat
daya rekat sosial (social cohesion). Pendidikan yang melahirkan lapisan
masyarakat terdidik itu menjadi kekuatan perekat yang menautkan unit-unit
sosial di dalam masyarakat: keluarga, komunitas, perkumpulan masyarakat, dan
organisasi sosial yang kemudian menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa
lembaga negara. Dengan demikian pendidikan dapat memberikan sumbangan penting
pada upaya memantapkan integrasi sosial.
Dalam
perspektif budaya, pendidikan merupakan wahana penting dan medium yang efektif
untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos
dikalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk
memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan jati
diri bangsa. Bahkan pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arus
globalisasi demikian kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang
acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia.
Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun
kesadaran kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa dan mengukuhkan ikatanikatan
sosial, dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama,
sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Oleh
karena itu pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural,
dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan.
Pendidikan
adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang
menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun diri sendiri dan masyarakat.
Proses pembudayaan dan pemberdayaan berlangsung sepanjang hayat, dimana dalam
proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu
membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik.
Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan,
dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran lebih
menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada
peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran
lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas
dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika,
sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirnya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan
adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam menghadapi dinamika kehidupan baik
masa kini maupun masa yang akan datang, maka pemahaman tentang kemanusiaan
secara utuh merupakan keniscayaan. Sebaliknya, jika pengertian dan pemahaman
terhadap pendidikan kurang tepat tentu akan melahirkan konsep dan praktik
pendidikan yang juga kurang proporsional.
Pendidikan
merupakan upaya memberdayakan peserta didik sebagai generasi emas untuk menjadi
manusia Indonesia seutuhnya,yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan
teguh norma dan nilai sebagai berikut:
a.
Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa,mahluk individu,maupun sosial; b. Norma persatuan
bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara keutuhan bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk
membentuk manusia yang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara; dan d.
Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk
deskriminasi dan bias gender serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam
rangka mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial.
(Rencana
Strategis Kemeterian Pendidikan Nasional 2010-2014)
Dalam
konteks kebudayaan, maka pendidikan merupakan proses pembudayaan peserta didik.
Budaya itu sendiri merupakan buah keadaban manusia. Dengan demikian melalui
proses pendidikan, peserta didik dituntun menjadi manusia yang makin beradab
dan berakhlak. Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi pendidikan
justru menjadi manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak.
Budaya
atau kebudayaan (culture) adalah pandangan hidup sekelompok orang (Berry
dkk,1999) yang meliputi tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma, bahasa,
keyakinan, dan berpikir yang telah terpola dalam suatu masyarakat dan
diwariskan dari generasi ke generasi serta memberikan identitas pada
komunitas`pendukungnya (Prosser,1978). Dipandang dari perspektif budaya,
situasi pendidikan adalah sebuah “perjumpaan cultural” (cultural encounter)
antara pendidik dengan peserta didik. Dalam pendidikan terjadi proses belajar,
transferensi dan kaunter transferensi, serta saling menilai. Oleh karena itu
pendidik perlu memiliki kepekaan budaya untuk dapat memahami dan membantu
peserta didik. Pendidik yang demikian adalah pendidik yang menyadari benar
bahwa secara kultural, individu memiliki karakteristik yang unik dan ke dalam
proses pendidikan ia membawa serta kerakteristik tersebut. Untuk memiliki
kepekaan budaya, pendidik ditunutut untuk mempunyai pemahaman yang kaya tentang
berbagai budaya di luar budayanya sendiri, khususnya berkenaan dengan latar
belakang budaya peserta didik di Indonesia.
Pada
dasarnya pendidikan sebagai proses kebudayaan (cultural process) bagi setiap
peserta didik. Di dalam konteks pendidikan sebagai proses pembudayaan maka
setiap pendidikan itu berlangsung senantiasa harus dilakukan dengan pendekatan
budaya. Apabila pendidikan tidak dilakukan dengan pendekatan budaya maka hanya
akan melahirkan orang-orang yang tidak beradab.
Dalam
perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang andal
untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Oleh
karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang
memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis
dan kecakapan hidup yang memadai. Pendidikan juga harus dapat menghasilkan
tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi
salah satu pilar utama aktivitas perekonomian daerah dan nasional. Bahkan peran
pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing
nasional, serta membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak
dalam memasuki persaingan antarbangsa di era global.
Di
era global sekarang ini, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan
knowledge-based economy (KBE) yang mensyaratkan dukungan manusia berkualitas.
Karena itu pendidikan mutlak diperlukan guna menopang pengembangan ekonomi
berbasis pengetahuan - education for the knowledge economy (EKE). Dalam konteks
ini, lembaga pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat penelitian dan
pengembangan, yang menghasilkan produk-produk riset unggulan yang mendukung
KBE. Ketersediaan manusia bermutu yang menguasai IPTEK sangat menentukan
kemampuan bangsa dalam memasuki kompetisi global dan ekonomi pasar bebas, yang
menuntut daya saing tinggi. Dengan demikian pendidikan dapat mengantarkan bangsa Indonesia untuk meraih keunggulan
dalam persaingan global. Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu
mengembangkan kapasitas individu untuk menjadi warga negara yang baik (good
citizen), yang memiliki kesadaran akan hak dan tanggungjawab dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat
melahirkan individu yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan
bersama sebagai warga masyarakat daerah Kabupaten/Kota dan bangsa Indonesia.
Visi dan idealisme itu haruslah merujuk dan bersumber pada paham ideologi
nasional, yang dianut oleh seluruh komponen bangsa. Dengan demikian, pendidikan
merupakan usaha besar untuk meletakan landasan sosial yang kokoh bagi
terciptanya masyarakat demokratis, yang bertumpu pada golongan masyarakat kelas
menengah terdidik yang menjadi pilar utama civil society, yang menjadi salah
satu tiang penyangga bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat demokratis.
Berbicara
masalah pendidikan bukanlah hal yang mudah dan sederhana, karena selain
sifatnya kompleks, dinamis dan kontekstual; pendidikan merupakan wahana untuk
pembentukan diri seseorang secara keseluruhan. Peranan pendidikan dalam
pembentukan diri sebagai sumberdaya manusia tersebut, dibahas secara rinci oleh
Fullan (1982) sebagai tujuan umum pendidikan yang meliputi aspek kognitif
berupa keterampilan akademik (membaca dan matematika) dan keterampilan berpikir
yang lebih tinggi (kemampuan memecahkan masalah). Selain itu, pendidikan dalam
prosesnya juga sekaligus mencakup tujuan pengembangan aspek pribadi dan sosial
yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam kelompok secara kreatif,
inisiatif, empati, dan yang memiliki keterampilan interpersonal yang memadai
sebagai bekal bermasyarakat.
Disadari
bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap
individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, mentalnya, emosionalnya,
sosialnya, dan etiknya. Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu kekuatan
yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan
individu secara umum dan sangat mendasar. Driyarkara (1980) mengatakan bahwa
pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf
insani itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik. Pendidikan
dipandang sebagai komunikasi keberadaan (eksistensi) manusiawi yang otentik
kepada manusia muda, agar dimiliki,dilanjutkan dan disempurnakan. Komunikasi
ini terlaksana dalam kesatuan antar pribadi antara pendidik dan anak didik.
Generasi
Emas adalah generasi masa depan sebagai sumber daya manusia (SDM) yang perlu
mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena generasi
emas mempunyai peran yang sangat
strategis dalam mensukseskan pembanguan nasional. Mutu generasi emas akan
menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa terutama di era masyarakat berpengetahuan.
Peningkatan mutu generasi emas hanya dapat dilakukan melalui pendidikan yang
bermutu. Mutu pendidikan secara kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan
peserta didik dan persoalan bangsa adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam
konteks pembangunan nasional.
Pendidikan
dipandang bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan
datang, tetapi juga untuk kehidupan generasi sekarang sebagai generasi emas
yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaannya. Pendidikan
tidak dipandang hanya sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan
keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan
keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup
pribadi dan sosial yang memuaskan.
Pendidikan
mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan
dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai
seorang individu, maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan
direncana dalam memilih isi (materi) strategi kegiatan, dan teknik penilaian
yang sesuai. Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat, berupa pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan
nonformal. Apabila diarahkan dengan keberadaan dan hakikat kehidupan manusia,
kegiatan pendidikan diarahkan kepada empat aspek pembentukan kepribadian
manusia yaitu pengembangan manusia sebagai mahluk individu, mahluk sosial,
mahluk susila, dan mahluk beragama (religius).
Pendidikan
merupakan gejala yang universal, dimana ada manusia, di sana ada pendidikan.
Gejala yang universal ini bukanlah hanya sekedar gejala yang melekat pada
manusia saja, melainkan merupakan usaha untuk memanusiakan manusia itu sendiri,
yaitu untuk membudayakan manusia. Dengan demikian pendidikan merupakan
keharusan bagi manusia. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan manusia timbulah
tuntutan akan adanya pendidikan yang terselenggara dengan baik, lebih teratur
dan didasarkan atas pemikiran yang matang. Disinilah muncul keharusan adanya
pemikiran teoritis tentang pendidikan.
Manusia
membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan bagi kehidupan umat
manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa
pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang
sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep
pandangan hidup mereka. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain
yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Pendidikan
sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan
manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Inti dari pada pembangunan pendidikan
nasional ialah upaya pengembangan sumber daya manusia (sebagai generasi emas)
unggul dalam rangka mempersiapkan masyarakat dan bangsa kita menghadapi
millenium ketiga sebagai era yang kompetitif. Pendidikan bagi bangsa yang
sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak
yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan secara tahap demi
tahap. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efisien
akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia
yang sedang berkembang. Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling
penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi
semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia,
dimana iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber kehidupan semua
bidang.Pembangunan peradaban bangsa harus didasari dengan pembangunan
nilai-nilai moral di kalangan warga bangsa baik sebagai individu maupun
kelompok.
Pendidikan
adalah fenomena fundamental dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia
akan menemukan eksistensinya. Eksistensi manusia adalah eksistensi
sosio-budaya, karena proses memanusiakan diri berarti juga proses membudayakan
diri yang akan menyangkut eksistensi bersama dan menyangkut kehidupan orang
lain. Oleh karena itu pendidikan harus menempatkan keberadaan peserta didik
yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan
menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang
berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual,
emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari
tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling
rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan
lingkungan kulturalnya.
Pendidikan
ada dan berlangsung di dalam proses sosio-budaya yang sekaligus sebagai wahana
pengemban dan pengembang kehidupan sosio-budaya suatu bangsa. Pendidikan
sebagai upaya sadar untuk menciptakan manusia sadar akan dirinya secara
kultural, yang dapat memunculkan kekuatan moral, dan jika kekuatan ini dimiliki
oleh cukup banyak manusia akan dapat mengubah corak kehidupan masyarakat itu
sendiri.
Upaya
pendidikan adalah upaya normatif. Keajegan pandangan tentang hakikat manusia
mutlak diperlukan di dalam pendidikan, karena pandangan itu menjadi dasar arah
normative strategi upaya pendidikan (Mungin Eddy Wibowo,2001). Meskipun
pendidikan itu tidak pernah berlangsung dalam kevakuman dan tidak pernah steril
dari nilai-nilai sosial budaya, pendidikan bukanlah proses transformasi dan
sosialisasi nilai-nilai budaya belaka. Pendidikan adalah proses individuasi,
yaitu membantu manusia berkembang sesuai dengan fitroh kemerdekaannya, dengan
memperhatikan keragaman pribadi dari setiap pendidik.Oleh karena itu pendidikan
tidak boleh dirancang sekadar sebagai usaha untuk menghasilkan tenaga yang
ibarat suku cadang yang dapat diganti dan dipertukarkan. Pendidikan harus
merupakan ikhtiar yang jauh melampaui terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
sesaat-sesaat. Pendidikan harus tetap mengunggulkan derajat dan martabat
manusia.
Dalam
konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan diharapkan melahirkan sosok manusia
sebagai mana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 3, yaitu pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhalk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa.
Visi
pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia agar
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional adalah :
(1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang
memiliki daya saing di tingkat nasional,
regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan menfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan
dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar
yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peningkatan
mutu sumberdaya manusia (SDM) merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian
serius dalam era globalisasi saat ini karena SDM mempunyai peran yang sangat
strategis dalam mensukseskan pembanguan nasional. Mutu sumberdaya manusia akan
menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa terutama di era masyarakat
berpengetahuan. Peningkatan mutu sumberdaya manusia hanya dapat dilakukan
melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan secara kontekstual dan utuh,
sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan persoalan bangsa adalah sangat
diperlukan pada saat ini dalam konteks pembangunan nasional.
KESIMPULAN
Guru
dalam melakukan pembelajaran harus mampu mengubah strategi pembelajaran yang
berlandaskan paradigma teaching menjadi strategi pembelajaran kreatif
berlandaskan paradigma learning. Paradigma learning terlihat dalam empat visi
pendidikan menuju abad ke-21 versi UNESCO. Keempat visi pendidikan ini sangat
jelas berdasarkan pada paradigma learning,tidak lagi pada teaching, yaitu
learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to
be. Paradigma belajar yang oleh UNESCO dipandang sebagai pendekatan belajar
yang perlu diterapkan untuk menyiapkan generasi muda memasuki abad ke-21
hakikatnya merupakan pendekatan belajar yang telah diperkenalkan oleh
tokoh-tokoh pemikir pendidikan sejak permulaan abad ke-20. Pendekatan ini
demikian berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat, terutama sejak
ketertinggalan Amerika Serikat dalam teknologi ruang angkasa Uni Soviet pada
tahun 1957.
Proses
pembelajaran yang mengutamakan penguasaan “ways of knowing” atau “mode of
inquiry” memungkinkan peserta didik untuk terus belajar dan mampu memperoleh
pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pengetahuan hasil penelitian orang
lain. Karena itu hakikat dari “Learning to Know” adalah proses pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan
bukan semata-mata memperoleh pengetahuan. Dalam belajar mengutamakan proses
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik terlibat dalam proses meneliti dan
mengkaji. Ini berarti pendidikan berorientasi pada pengetahuan logis dan
rasional sehingga leaner berani menyatakan pendapat dan bersikap kritis serta
memiliki semangat membaca,mengkaji dan meneliti yang tinggi. Model pendekatan
belajar seperti ini dapatlah dihasilkan lulusan yang memiliki kemampuan
intelektual dan akademik yang tinggi dan dengan sendirinya akan mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Bagaimana
dengan pilar kedua “learning to do”. Jika pada “learning to know”, sasarannya
adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tercapainya
keseimbangan dalam penguasaan IPTEK. Pada “learning to do”, sasarannya adalah
kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industri.
“Learning to do” (belajar berbuat/hidup), aspek yang dicapai dalam visi ini
adalah keterampilan seorang peserta didik dalam menyelesaikan problem
keseharian yang berkaitan dengan kehidupan. Pendidikan dan pembelajaran
diarahkan pada “how to solve the problem”. Pendekatan belajar ini,mengandung
makna atau berimplikasi pada pembelajaran yang
berorientasi pada paradigma pemecahan masalah yang memungkinkan peserta
didik berkesempatan mengintegrasikan pemahaman konsep, penguasaan keterampilan
teknis dan intelektual, untuk memecahkan masalah dan dapat berlanjut kepada
inovasi dan improvisasi. Paradigma belajar berdasarkan pemecahan masalah
(problem-based learning) berfokus pada penyajian suatu permasalahan, dan
menawarkan kebebasan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran ini peserta didik
diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskan peserta
didik mengidentifikasi permasalahan-permasalahan,mengumpulkan data dan
menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Peserta didik akan terlibat
sangat intensif, sehingga motivasi untuk terus belajar dan terus mencari tahu
menjadi meningkat. Semakin tinggi tingkat kebebasan peserta didik,semakin
tinggi juga kebutuhan pembimbingan yang harus dilakukan oleh guru. Peran guru
berubah dari “guru” atau “ahli” menjadi fasilitator atau pembimbing.
Problem-based
learning digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan untuk melibatkan peserta
didik, dan mendukung peserta didik dalam aktivitas yang mengembangkannya
menjadi praktisi yang profesional. Problem-based learning mengintegrasikan
pembelajaran bidang ilmu dan
keterampilan memecahkan masalah, memanfaatkan situasi yang kolaboratif, dan
menekankan pada proses “belajar untuk belajar” dengan memberikan tanggung jawab
maksimal kepada peserta didik untuk menentukan proses belajarnya (Wilson &
Cole,1996).
Pendidikan
tidak hanya membekali peserta didik untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja
serta memecahkan masalah,melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang
lain yang berbeda dengan penuh toleransi,pengertian, dan tanpa prasangka.
Pendidikan diarahkan dalam pembentukan peserta didik yang berkesadaran bahwa
kita ini hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia dari
berbagai bahasa dan latar belakang etnik,agama dan budaya. Disinilah pentingnya
pilar ketiga yaitu “learning to live together” (belajar hidup bersama).
Pendidikan untuk mencapai tingkat kesadaran akan persamaan antar sesama manusia
dan terdapat saling ketergantungan satu sama lain tidak dapat ditempuh dengan
pendidikan yang menggunakan pendekatan tradisional,melainkan perlu menciptakan
situasi kebersamaan dalam waktu yang relatif lama. Dalam hubungan ini,prinsip
relevansi sosial dan moral sangat tepat. Suatu prinsip yang memerlukan suasana
belajar yang secara “inherently” mengandung nilai-nilai toleransi saling
ketergantungan,kerjasama,dan tenggang rasa. Ini diperlukan proses pembelajaran
yang menuntut kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Tiga
pilar yaitu learning to know, learning to do, dan learning to live together
ditujukan bagi lahirnya peserta didik yang mampu mencari informasi dan/atau
menemukan ilmu pengetahuan,yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan
masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap
perbedaan.Hasil akhirnya adalah manusia yang mampu mengenal dirinya, menerima
dirinya, mengarahkan dirinya,mengambil keputusan dan mengaktualisasikan
dirinya. Manusia yang mandiri yang memiliki kemantapan
emosional,intelektual,moral, spiritual, yang dapat mengendalikan dirinya,
konsisten dan memiliki rasa empati atau
dalam kamus psikologi disebut memiliki kecerdasan emnosional,kecerdasan
intelektual, kecerdasan moral, dan
kecerdasan spiritual. Inilah makna “learning to be”, yaitu muara akhir
dari tiga pilar belajar.
Pada
masa sekarang ini “learning to be” menjadi sangat penting karena masyarakat
modern saat ini sedang dilanda krisis kepribadian. Oleh karena itu melalui
“learning to be” sebagai muara akhir dari tiga pilar belajar akan mampu
membantu peserta didik dimasa depannya bisa tumbuh dan berkembang menjadi
pribadi yang mantap dan mandiri,memiliki
harga diri dan tidak sekadar memiliki having (materi-materi dan jabatan-jabatan
politis). Dengan demikian tujuan pendidikan nasional akan dapat diwujudkan,
yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak
mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Kata
kunci dari keempat pilar belajar tersebut,yaitu berupa “learning how to learn”
(belajar bagaimana belajar), sehingga pembelajaran tidak hanya berorientasi
pada nilai akademik yang berupa pemenuhan aspek kognitif saja,melainkan juga
berorientasi bagaimana peserta didik bisa belajar dari lingkungan, dari
pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan dan luasnya hamparan alam,
sehingga mereka bisa mengembangkan sikap-sikap kreatif dan daya berpikir
imajinatif.
Untuk
dapat mewujudkan paradigma pembelajaran tersebut, pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban : (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan,kreatif,dinamis,dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara
profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan
menjaga nama baik lembaga,profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.
Pendidikan
harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip: (i) Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia,nilai keagamaan,nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; (ii)
Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat;(iii) Pendidikan diselenggarakan dengan
memberi keteladanan,membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran; (iv) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan
budaya membaca,menulis,dan berhitung bagi segenap warga masyarakat;dan (v)
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar