ESSAY MENCETAK MAHASISWA MANAJEMEN YANG BERKARAKTER AKADEMIS, INOVATIF, DAN PENGABDI UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045 MELALUI PENDIDIKAN BERKUALITAS - Syarat Kelulusan Osjur Manajemen FEB UNEJ 2019







ESSAY

MENCETAK MAHASISWA MANAJEMEN YANG BERKARAKTER AKADEMIS, INOVATIF, DAN PENGABDI UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045 MELALUI PENDIDIKAN BERKUALITAS




Galuh Dewandaru Al Amanah
190810201154
 Kelompok : 18



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER



MENCETAK MAHASISWA MANAJEMEN YANG BERKARAKTER AKADEMIS, INOVATIF, DAN PENGABDI UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045 MELALUI PENDIDIKAN BERKUALITAS

Galuh Dewandaru Al Amanah
190810201154

Abstrak

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan filosofis tetapi juga mampu mengembangkan spiritualnya. Pendidikan setelah jenjang SMA tanpa dosen, ibarat ruangan tanpa cahaya. Dosen memiliki peran yang sangat strategis bagi dunia pendidikan di perkuliahan, karena dari semua komponen pendidikan yang ada seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pembelajaran, dosen, mahasiswa, orang tua, dan lingkungan, yang paling menentukan adalah dosen.
Dosen memiliki kedudukan yang sangat mulia. Contohnya dosen manajemen, dari merekalah tercetak mahasiswa manajemen Indonesia yang berkarakter akademis, inovatif, dan pengabdi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045. Tantangan pendidikan berkualitas, mengharuskan dosen untuk lebih kreatif, inovatif, dan inspiratif dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia Tahun 2045. Dosen menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya manusia yang tidak hanya produktif tetapi juga unggul dan religius. Sehubungan dengan itu, tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan mahasiswa manajemen bangsa. Peran pendidikan dalam mempersiapkan generasi 2045 sangat penting. Target yang dicanangkan pemerintah berupa mencetak mahasiswa Indonesia yang berkarakter akademis, inovatif, dan pengabdi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045 dalam sepuluh atau dua puluh tahun kedepan yaitu dengan meluaskan kesempatan akses pendidikan lebih tinggi. Selain itu, dengan meningkatkan kualitas pendidikan sejalan dengan upaya meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan dosen. Untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045, penting bagi dunia pendidikan melakukan perubahan pola pikir.
Pendidikan tidak sekadar dimaknai dengan transfer akademik (keilmuan) saja, melainkan dilengkapi dengan karakter. Keseimbangan akademik dan karakter inilah yang perlu disiapkan sejak sekarang. Pemerintah selalu menuntut dosen untuk bisa lebih kreatif, inovatif dan inspiratif dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia. Jika memang dosen menjadi kunci utama, seharusnya pemerintah meletakkan kekuasaan penuh terhadap dosen untuk menyusun kurikulum serta mengevaluasi. Untuk mencapai generasi emas Indonesia maka diperlukan juga usaha meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
Kata Kunci : mahasiswa manajemen, pendidikan berkualitas, generasi emas Indonesia
















MENCETAK MAHASISWA MANAJEMEN YANG BERKARAKTER AKADEMIS, INOVATIF, DAN PENGABDI UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS 2045 MELALUI PENDIDIKAN BERKUALITAS


Galuh Dewandaru Al Amanah
190810201154

Abstract

               Education is the learning of the knowledge, skills and habits of a group of people who are passed down from one generation to the next through teaching, training, or research. Education is a process to form humans who are not only intellectually intelligent, able to think scientifically and philosophically but also able to develop their spiritual. Education after high school level without lecturers is like a room without light. Lecturers have a very strategic role for the world of education in lectures, because of all the existing educational components such as curriculum, infrastructure, learning methods, lecturers, students, parents, and the environment, the most decisive is the lecturer.
               Lecturers have a very noble position. For example management lecturers, from which they printed Indonesian management students with academic, innovative and devoted characters to realize the golden Indonesia of 2045. The challenge of quality education, requires lecturers to be more creative, innovative, and inspiring in designing quality learning activities to meet Indonesia's golden generation 2045. Lecturers become the main key to the success of human resources that are not only productive but also superior and religious. In this connection, it is inseparable from the government's efforts to work together to educate the nation's management students. The role of education in preparing generation 2045 is very important. The target set by the government is to produce Indonesian students with academic, innovative, and devoted characters to realize the 2045 golden Indonesia in the next ten or twenty years by expanding opportunities for access to higher education. In addition, by improving the quality of education in line with efforts to improve the competence and welfare of lecturers. To prepare for the golden generation of Indonesia in 2045, it is important for the education world to change its mindset.
               Education is not just meant by academic transfer (science), but is equipped with character. It is this academic and character balance that needs to be prepared from now on. The government always demands lecturers to be more creative, innovative and inspiring in designing quality learning activities to meet the golden generation of Indonesia. If the lecturer is the main key, the government should put full power over the lecturer to arrange the curriculum and evaluate it. To reach the golden generation of Indonesia, efforts are also needed to improve the quality of education in Indonesia
Keywords : management students, quality education, the golden generation of Indonesia





















PENDAHULUAN

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan filosofis tetapi juga mampu mengembangkan spiritualnya. Pendidikan setelah jenjang SMA tanpa dosen, ibarat ruangan tanpa cahaya. Dosen memiliki peran yang sangat strategis bagi dunia pendidikan di perkuliahan, karena dari semua komponen pendidikan yang ada seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pembelajaran, dosen, mahasiswa, orang tua, dan lingkungan, yang paling menentukan adalah dosen.
Dosen memiliki kedudukan yang sangat mulia. Contohnya dosen manajemen, dari merekalah tercetak mahasiswa manajemen Indonesia yang berkarakter akademis, inovatif, dan pengabdi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045. Tantangan pendidikan berkualitas, mengharuskan dosen untuk lebih kreatif, inovatif, dan inspiratif dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia Tahun 2045. Dosen menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya manusia yang tidak hanya produktif tetapi juga unggul dan religius. Sehubungan dengan itu, tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan mahasiswa manajemen bangsa. Peran pendidikan dalam mempersiapkan generasi 2045 sangat penting. Target yang dicanangkan pemerintah berupa mencetak mahasiswa Indonesia yang berkarakter akademis, inovatif, dan pengabdi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045 dalam sepuluh atau dua puluh tahun kedepan yaitu dengan meluaskan kesempatan akses pendidikan lebih tinggi. Selain itu, dengan meningkatkan kualitas pendidikan sejalan dengan upaya meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan dosen. Untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045, penting bagi dunia pendidikan melakukan perubahan pola pikir.
Pada masa sekarang, pendidikan di Indonesia merujuk pada UUD 1945 Pasal 31 dan UU No 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu prinsip gerakan reformasi dalam pendidikan adalah pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. Namun saat ini, Sistem pendidikan di Indonesia terlalu memaksa mahasiswa untuk dapat menguasai sekian banyak bidang studi dengan materi yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat para mahasiswa merasa tertekan/stress yang dampaknya membuat mereka suka bolos, bosan kuliah, tawuran, mencontek, dan lain-lain. Pada akhirnya mereka tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik, nilai mereka kurang padahal sudah dilakukan remidi, dan supaya dianggap bisa mengajar atau karena tidak boleh ada nilai kurang atau karena kasihan beban pelajaran mahasiswa terlalu banyak, kemudian dosen melakukan manipulasi nilai IPK. Nilai IPK inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh beasiswa atau melanjutkan kuliah tingkat lanjut atau mendaftar pekerjaan dan lain sebagainya.
 Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011, tingginya angka putus kuliah menyebabkan peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index. Sementara, laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Perkembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34). Sehubungan dengan itu, penulis sangat tertarik mengangkat masalah-masalah pendidikan tersebut yang penulis tuangkan dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “Mencetak Mahasiswa Manajemen Yang Berkarakter Akademis, Inovatif, Dan Pengabdi Untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045 Melalui Pendidikan Berkualitas”. (JurnalEdikInformatika Penelitian Bidang Komputer Sains dan Pendidikan InformatikaV3.i2(73-87)











PEMBAHASAN

Beberapa ahli yang mendefinisikan pendidikan, salah satunya adalah menurut John Dewey, pendidikan adalah proses tanpa akhir (education in the process without end). Dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (daya intelektual) maupun daya emosional (perasaan) yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Ditinjau dari sudut hukum, definisi pendidikan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat (1) dalam artikel Hikmawati (20130, bahwa “Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Berangkat dari definisi pendidikan yang telah dijabarkan pada paragraf di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari Pendidikan Nasional Tahun 2012  adalah “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”. Karena pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut insya Allah akan menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat berharga. Di sinilah peran strategis pembangunan bidang pendidikan untuk mewujudkan hal itu menjadi sangat penting. (Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan:Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2012, Rabu, 2 Mei 2012).
Karena merupakan generasi penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif, sangat berharga, dan sangat bernilai, sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang kompetitif, serta menjadi bonus demografi. Mengapa berkarakter? Karena karakter menentukan kulitas moral dan arah dari setiap generasi muda dalam mengambil keputusan dan tingkah laku. Karena karakter merupakan bagian integral yang harus dibangun,agar generasi muda sebagai harapan bangsa,sebagai penerus bangsa yang akan menentukan masa depan harus memiliki sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar dalam upaya membangun bangsa. Mengapa Cerdas? Karena dengan kecerdasan yang tinggi,akan mampu memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk sukses mencapai tujuan. Kemampuan,yaitu karakteristik diri individu yang ditampilkan dalam bentuk perilaku untuk memenuhi kebutuhan/tuntutan tertentu. Manipulasi,yaitu perilaku aktif dan disengaja untuk melihat dan mengorganisasikan dalam membentuk hubungan antar unsur yang ada dalam suatu kondisi. Unsur-unsur,yaitu hasil pemilahan/pemisahan atas bagian-bagian dari suatu kesatuan tertentu. Tujuan, yaitu kondisi yang diharapkan terjadi melalui penampilan kemampuan dalam bentuk usaha. Sukses adalah kondisi yang unsur-unsurnya sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Mengapa Kompetitif? Karena dengan kemampuan kompetitif, akan mampu mencapai keunggulan,memiliki daya saing dengan bangsa-bangsa lain, dan akan menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia. Akan menjadi bangsa dan negara yang besar, kuat, disegani, dan dihormati keberadaannya di tengah-tengah bangsa di dunia. Ini akan menjadi perwujudan cita-cita bangsa Indonesia setelah 67 tahun merdeka.
Generasi emas sebagai generasi  penerus bangsa yang akan menentukan masa depan dan int depan diri dan bangsegritas bangsa Indonesia. Generasi emas adalah generasi yang memandang masa depan diri dan bangsanya, merupakan hal yang pertama dan utama. Generasi emas adalah generasi muda yang penuh optimisme dan gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang cemerlang, kompetensi yang memadai, dan dengan karakter yang kokoh, kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif,merupakan produk pendidikan yang diidam-idamkan.
Peserta didik dalam setiap jenjang, jenis,dan jalur pendidikan  merupakan individu yang sedang dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,sedang dalam proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus untuk menjadi generasi emas yaitu  insan yang bekarakter, cerdas dan kompetitif.  Proses pembentukan diri terus-menerus (on going formation) ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu, melalui proses pendidikan bermutu.
Generasi emas sebagai generasi penerus bangsa mempunyai peranan penting dalam upaya pembangunan karakter bangsa, yaitu sebagai :
a. Pembangun kembali karakter bangsa yang positif.  Esensi peran ini adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi emas untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus upaya kolektif untuk mengintegrasikannya pada kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari.
b. Pemberdaya karakter. Pembagunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus sehingga generasi muda yang merupakan generasi emas juga dituntut untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter.Bentuk praktisnya adalah kemauan dan hasrat yang kuat dari generasi emas untuk menjadi peran model dari pengembangan karakter bangsa yang positif.
 c. Perekayasa karakter sejalan dengan perlunya adatifitas daya saing untuk memperkuat ketahan bangsa.Peran ini menuntut generasi emas sebagai generasi penerus bangsa untuk terus melakukan pembelajaran.
Dalam rangka menyiapkan bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas,maju,mandiri,dan modern,serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam konteks demikian,pembangunan pendidikan itu mencakup berbagai dimensi yang sangat luas,yaitu dimensi sosial,budaya, ekonomi dan politik.
Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam mobilitas masyarakat. Pendidikan menjadi faktor penting dalam mendorong percepatan  mobilitas masyarakat, yang mengarah pada pembentukan formasi sosial baru. Formasi sosial baru ini terdiri atas lapisan masyarakat kelas menengah terdidik, yang menjadi elemen penting dalam meperkuat daya rekat sosial (social cohesion). Pendidikan yang melahirkan lapisan masyarakat terdidik itu menjadi kekuatan perekat yang menautkan unit-unit sosial di dalam masyarakat: keluarga, komunitas, perkumpulan masyarakat, dan organisasi sosial yang kemudian menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa lembaga negara. Dengan demikian pendidikan dapat memberikan sumbangan penting pada upaya memantapkan integrasi sosial.
Dalam perspektif budaya, pendidikan merupakan wahana penting dan medium yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos dikalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa. Bahkan pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arus globalisasi demikian kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa dan mengukuhkan ikatanikatan sosial, dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.
Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun diri sendiri dan masyarakat. Proses pembudayaan dan pemberdayaan berlangsung sepanjang hayat, dimana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirnya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam menghadapi dinamika kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan datang, maka pemahaman tentang kemanusiaan secara utuh merupakan keniscayaan. Sebaliknya, jika pengertian dan pemahaman terhadap pendidikan kurang tepat tentu akan melahirkan konsep dan praktik pendidikan yang juga kurang proporsional. 

Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik sebagai generasi emas untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya,yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut:
a. Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,mahluk individu,maupun sosial; b. Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara; dan d. Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk deskriminasi dan bias gender serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial.
(Rencana Strategis Kemeterian Pendidikan Nasional 2010-2014)
Dalam konteks kebudayaan, maka pendidikan merupakan proses pembudayaan peserta didik. Budaya itu sendiri merupakan buah keadaban manusia. Dengan demikian melalui proses pendidikan, peserta didik dituntun menjadi manusia yang makin beradab dan berakhlak. Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi pendidikan justru menjadi manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak.
Budaya atau kebudayaan (culture) adalah pandangan hidup sekelompok orang (Berry dkk,1999) yang meliputi tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma, bahasa, keyakinan, dan berpikir yang telah terpola dalam suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi serta memberikan identitas pada komunitas`pendukungnya (Prosser,1978). Dipandang dari perspektif budaya, situasi pendidikan adalah sebuah “perjumpaan cultural” (cultural encounter) antara pendidik dengan peserta didik. Dalam pendidikan terjadi proses belajar, transferensi dan kaunter transferensi, serta saling menilai. Oleh karena itu pendidik perlu memiliki kepekaan budaya untuk dapat memahami dan membantu peserta didik. Pendidik yang demikian adalah pendidik yang menyadari benar bahwa secara kultural, individu memiliki karakteristik yang unik dan ke dalam proses pendidikan ia membawa serta kerakteristik tersebut. Untuk memiliki kepekaan budaya, pendidik ditunutut untuk mempunyai pemahaman yang kaya tentang berbagai budaya di luar budayanya sendiri, khususnya berkenaan dengan latar belakang budaya peserta didik di Indonesia.
Pada dasarnya pendidikan sebagai proses kebudayaan (cultural process) bagi setiap peserta didik. Di dalam konteks pendidikan sebagai proses pembudayaan maka setiap pendidikan itu berlangsung senantiasa harus dilakukan dengan pendekatan budaya. Apabila pendidikan tidak dilakukan dengan pendekatan budaya maka hanya akan melahirkan orang-orang yang tidak beradab.
Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang andal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis dan kecakapan hidup yang memadai. Pendidikan juga harus dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas perekonomian daerah dan nasional. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing nasional, serta membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan antarbangsa di era global.
Di era global sekarang ini, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan knowledge-based economy (KBE) yang mensyaratkan dukungan manusia berkualitas. Karena itu pendidikan mutlak diperlukan guna menopang pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan - education for the knowledge economy (EKE). Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan, yang menghasilkan produk-produk riset unggulan yang mendukung KBE. Ketersediaan manusia bermutu yang menguasai IPTEK sangat menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetisi global dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing tinggi. Dengan demikian pendidikan dapat mengantarkan  bangsa Indonesia untuk meraih keunggulan dalam persaingan global. Dalam perspektif politik, pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizen), yang memiliki kesadaran akan hak dan tanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat melahirkan individu yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai warga masyarakat daerah Kabupaten/Kota dan bangsa Indonesia. Visi dan idealisme itu haruslah merujuk dan bersumber pada paham ideologi nasional, yang dianut oleh seluruh komponen bangsa. Dengan demikian, pendidikan merupakan usaha besar untuk meletakan landasan sosial yang kokoh bagi terciptanya masyarakat demokratis, yang bertumpu pada golongan masyarakat kelas menengah terdidik yang menjadi pilar utama civil society, yang menjadi salah satu tiang penyangga bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat demokratis.
Berbicara masalah pendidikan bukanlah hal yang mudah dan sederhana, karena selain sifatnya kompleks, dinamis dan kontekstual; pendidikan merupakan wahana untuk pembentukan diri seseorang secara keseluruhan. Peranan pendidikan dalam pembentukan diri sebagai sumberdaya manusia tersebut, dibahas secara rinci oleh Fullan (1982) sebagai tujuan umum pendidikan yang meliputi aspek kognitif berupa keterampilan akademik (membaca dan matematika) dan keterampilan berpikir yang lebih tinggi (kemampuan memecahkan masalah). Selain itu, pendidikan dalam prosesnya juga sekaligus mencakup tujuan pengembangan aspek pribadi dan sosial yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam kelompok secara kreatif, inisiatif, empati, dan yang memiliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal bermasyarakat.
Disadari bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, mentalnya, emosionalnya, sosialnya, dan etiknya. Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu secara umum dan sangat mendasar. Driyarkara (1980) mengatakan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik. Pendidikan dipandang sebagai komunikasi keberadaan (eksistensi) manusiawi yang otentik kepada manusia muda, agar dimiliki,dilanjutkan dan disempurnakan. Komunikasi ini terlaksana dalam kesatuan antar pribadi antara pendidik dan anak didik.
Generasi Emas adalah generasi masa depan sebagai sumber daya manusia (SDM) yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena generasi emas  mempunyai peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan nasional. Mutu generasi emas akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa terutama di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu generasi emas hanya dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan secara kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan persoalan bangsa adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam konteks pembangunan nasional.
Pendidikan dipandang bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan generasi sekarang sebagai generasi emas yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaannya. Pendidikan tidak dipandang hanya sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan.
Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan direncana dalam memilih isi (materi) strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai. Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, berupa pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Apabila diarahkan dengan keberadaan dan hakikat kehidupan manusia, kegiatan pendidikan diarahkan kepada empat aspek pembentukan kepribadian manusia yaitu pengembangan manusia sebagai mahluk individu, mahluk sosial, mahluk susila, dan mahluk beragama (religius).
Pendidikan merupakan gejala yang universal, dimana ada manusia, di sana ada pendidikan. Gejala yang universal ini bukanlah hanya sekedar gejala yang melekat pada manusia saja, melainkan merupakan usaha untuk memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia. Dengan demikian pendidikan merupakan keharusan bagi manusia. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan manusia timbulah tuntutan akan adanya pendidikan yang terselenggara dengan baik, lebih teratur dan didasarkan atas pemikiran yang matang. Disinilah muncul keharusan adanya pemikiran teoritis tentang pendidikan.
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Inti dari pada pembangunan pendidikan nasional ialah upaya pengembangan sumber daya manusia (sebagai generasi emas) unggul dalam rangka mempersiapkan masyarakat dan bangsa kita menghadapi millenium ketiga sebagai era yang kompetitif. Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan secara tahap demi tahap. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efisien akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang. Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, dimana iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber kehidupan semua bidang.Pembangunan peradaban bangsa harus didasari dengan pembangunan nilai-nilai moral di kalangan warga bangsa baik sebagai individu maupun kelompok.
Pendidikan adalah fenomena fundamental dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia akan menemukan eksistensinya. Eksistensi manusia adalah eksistensi sosio-budaya, karena proses memanusiakan diri berarti juga proses membudayakan diri yang akan menyangkut eksistensi bersama dan menyangkut kehidupan orang lain. Oleh karena itu pendidikan harus menempatkan keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan kulturalnya.
Pendidikan ada dan berlangsung di dalam proses sosio-budaya yang sekaligus sebagai wahana pengemban dan pengembang kehidupan sosio-budaya suatu bangsa. Pendidikan sebagai upaya sadar untuk menciptakan manusia sadar akan dirinya secara kultural, yang dapat memunculkan kekuatan moral, dan jika kekuatan ini dimiliki oleh cukup banyak manusia akan dapat mengubah corak kehidupan masyarakat itu sendiri.
Upaya pendidikan adalah upaya normatif. Keajegan pandangan tentang hakikat manusia mutlak diperlukan di dalam pendidikan, karena pandangan itu menjadi dasar arah normative strategi upaya pendidikan (Mungin Eddy Wibowo,2001). Meskipun pendidikan itu tidak pernah berlangsung dalam kevakuman dan tidak pernah steril dari nilai-nilai sosial budaya, pendidikan bukanlah proses transformasi dan sosialisasi nilai-nilai budaya belaka. Pendidikan adalah proses individuasi, yaitu membantu manusia berkembang sesuai dengan fitroh kemerdekaannya, dengan memperhatikan keragaman pribadi dari setiap pendidik.Oleh karena itu pendidikan tidak boleh dirancang sekadar sebagai usaha untuk menghasilkan tenaga yang ibarat suku cadang yang dapat diganti dan dipertukarkan. Pendidikan harus merupakan ikhtiar yang jauh melampaui terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sesaat-sesaat. Pendidikan harus tetap mengunggulkan derajat dan martabat manusia.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan diharapkan melahirkan sosok manusia sebagai mana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yaitu pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhalk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional adalah : (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing  di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan menfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan  untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peningkatan mutu sumberdaya manusia (SDM) merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian serius dalam era globalisasi saat ini karena SDM mempunyai peran yang sangat strategis dalam mensukseskan pembanguan nasional. Mutu sumberdaya manusia akan menjadi modal dasar bagi daya saing bangsa terutama di era masyarakat berpengetahuan. Peningkatan mutu sumberdaya manusia hanya dapat dilakukan melalui pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan secara kontekstual dan utuh, sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan persoalan bangsa adalah sangat diperlukan pada saat ini dalam konteks pembangunan nasional.








KESIMPULAN

Guru dalam melakukan pembelajaran harus mampu mengubah strategi pembelajaran yang berlandaskan paradigma teaching menjadi strategi pembelajaran kreatif berlandaskan paradigma learning. Paradigma learning terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad ke-21 versi UNESCO. Keempat visi pendidikan ini sangat jelas berdasarkan pada paradigma learning,tidak lagi pada teaching, yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Paradigma belajar yang oleh UNESCO dipandang sebagai pendekatan belajar yang perlu diterapkan untuk menyiapkan generasi muda memasuki abad ke-21 hakikatnya merupakan pendekatan belajar yang telah diperkenalkan oleh tokoh-tokoh pemikir pendidikan sejak permulaan abad ke-20. Pendekatan ini demikian berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat, terutama sejak ketertinggalan Amerika Serikat dalam teknologi ruang angkasa Uni Soviet pada tahun 1957.
Proses pembelajaran yang mengutamakan penguasaan “ways of knowing” atau “mode of inquiry” memungkinkan peserta didik untuk terus belajar dan mampu memperoleh pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pengetahuan hasil penelitian orang lain. Karena itu hakikat dari “Learning to Know” adalah proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan bukan semata-mata memperoleh pengetahuan. Dalam belajar mengutamakan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik terlibat dalam proses meneliti dan mengkaji. Ini berarti pendidikan berorientasi pada pengetahuan logis dan rasional sehingga leaner berani menyatakan pendapat dan bersikap kritis serta memiliki semangat membaca,mengkaji dan meneliti yang tinggi. Model pendekatan belajar seperti ini dapatlah dihasilkan lulusan yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi dan dengan sendirinya akan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan.
Bagaimana dengan pilar kedua “learning to do”. Jika pada “learning to know”, sasarannya adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tercapainya keseimbangan dalam penguasaan IPTEK. Pada “learning to do”, sasarannya adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industri. “Learning to do” (belajar berbuat/hidup), aspek yang dicapai dalam visi ini adalah keterampilan seorang peserta didik dalam menyelesaikan problem keseharian yang berkaitan dengan kehidupan. Pendidikan dan pembelajaran diarahkan pada “how to solve the problem”. Pendekatan belajar ini,mengandung makna atau berimplikasi pada pembelajaran yang  berorientasi pada paradigma pemecahan masalah yang memungkinkan peserta didik berkesempatan mengintegrasikan pemahaman konsep, penguasaan keterampilan teknis dan intelektual, untuk memecahkan masalah dan dapat berlanjut kepada inovasi dan improvisasi. Paradigma belajar berdasarkan pemecahan masalah (problem-based learning) berfokus pada penyajian suatu permasalahan, dan menawarkan kebebasan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.  Melalui pembelajaran ini peserta didik diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskan peserta didik mengidentifikasi permasalahan-permasalahan,mengumpulkan data dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Peserta didik akan terlibat sangat intensif, sehingga motivasi untuk terus belajar dan terus mencari tahu menjadi meningkat. Semakin tinggi tingkat kebebasan peserta didik,semakin tinggi juga kebutuhan pembimbingan yang harus dilakukan oleh guru. Peran guru berubah dari “guru” atau “ahli” menjadi fasilitator atau pembimbing.
Problem-based learning digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan untuk melibatkan peserta didik, dan mendukung peserta didik dalam aktivitas yang mengembangkannya menjadi praktisi yang profesional. Problem-based learning mengintegrasikan pembelajaran bidang  ilmu dan keterampilan memecahkan masalah, memanfaatkan situasi yang kolaboratif, dan menekankan pada proses “belajar untuk belajar” dengan memberikan tanggung jawab maksimal kepada peserta didik untuk menentukan proses belajarnya (Wilson & Cole,1996).
Pendidikan tidak hanya membekali peserta didik untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah,melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi,pengertian, dan tanpa prasangka. Pendidikan diarahkan dalam pembentukan peserta didik yang berkesadaran bahwa kita ini hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia dari berbagai bahasa dan latar belakang etnik,agama dan budaya. Disinilah pentingnya pilar ketiga yaitu “learning to live together” (belajar hidup bersama). Pendidikan untuk mencapai tingkat kesadaran akan persamaan antar sesama manusia dan terdapat saling ketergantungan satu sama lain tidak dapat ditempuh dengan pendidikan yang menggunakan pendekatan tradisional,melainkan perlu menciptakan situasi kebersamaan dalam waktu yang relatif lama. Dalam hubungan ini,prinsip relevansi sosial dan moral sangat tepat. Suatu prinsip yang memerlukan suasana belajar yang secara “inherently” mengandung nilai-nilai toleransi saling ketergantungan,kerjasama,dan tenggang rasa. Ini diperlukan proses pembelajaran yang menuntut kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Tiga pilar yaitu learning to know, learning to do, dan learning to live together ditujukan bagi lahirnya peserta didik yang mampu mencari informasi dan/atau menemukan ilmu pengetahuan,yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan.Hasil akhirnya adalah manusia yang mampu mengenal dirinya, menerima dirinya, mengarahkan dirinya,mengambil keputusan dan mengaktualisasikan dirinya. Manusia yang mandiri yang memiliki kemantapan emosional,intelektual,moral, spiritual, yang dapat mengendalikan dirinya, konsisten dan  memiliki rasa empati atau dalam kamus psikologi disebut memiliki kecerdasan emnosional,kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, dan  kecerdasan spiritual. Inilah makna “learning to be”, yaitu muara akhir dari tiga pilar belajar.
Pada masa sekarang ini “learning to be” menjadi sangat penting karena masyarakat modern saat ini sedang dilanda krisis kepribadian. Oleh karena itu melalui “learning to be” sebagai muara akhir dari tiga pilar belajar akan mampu membantu peserta didik dimasa depannya bisa tumbuh dan berkembang menjadi pribadi  yang mantap dan mandiri,memiliki harga diri dan tidak sekadar memiliki having (materi-materi dan jabatan-jabatan politis). Dengan demikian tujuan pendidikan nasional akan dapat diwujudkan, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kata kunci dari keempat pilar belajar tersebut,yaitu berupa “learning how to learn” (belajar bagaimana belajar), sehingga pembelajaran tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang berupa pemenuhan aspek kognitif saja,melainkan juga berorientasi bagaimana peserta didik bisa belajar dari lingkungan, dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan dan luasnya hamparan alam, sehingga mereka bisa mengembangkan sikap-sikap kreatif dan daya berpikir imajinatif.
Untuk dapat mewujudkan paradigma pembelajaran tersebut, pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,kreatif,dinamis,dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga,profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. 
Pendidikan harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip:        (i) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,nilai keagamaan,nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; (ii) Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;(iii) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran; (iv) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,menulis,dan berhitung bagi segenap warga masyarakat;dan (v) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
























DAFTAR PUSTAKA


Komentar

Postingan Populer