Perubahan Sosial Pada Suku Dayak - Tugas Proyek Sosiologi
TUGAS PROYEK
PERUBAHAN SOSIAL PADA SUKU DAYAK
Kelas 12 IPS 2
Kelompok 1
Anggota :
1. Diny Anggita Siwi (11)
2. Galuh Dewandaru Al Amanah (17)
3. Icha Puspita Dewi (18)
4. Rifqi Nurrahman Suryo Widodo (28)
SMA Negeri 1 Sukoharjo
2018
A. Deskripsi
Suku Dayak
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup
berkelompok dan tinggal di pedalaman, di tepi sungai, di perbukitan, dan
sebagainya. Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau kalimantan.
Kelompok Suku Dayak terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya
268.
Masing-masing sub Suku Dayak di pulau kalimantan
mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi
kemasyarakatannya. Kata dayak berasal dari kata “Daya” yang artinya hulu, untuk
menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan kalimantan
umumnya dan kalimantan barat khususnya (walaupun kini banyak masyarakat dayak
yang telah bermukim di kota atau provinsi), mempunyai kemiripan adat istiadat, budaya
dan masih memegang teguh tradisinya. 8 Suku Dayak sebagai salah satu kelompok
suku asli terbesar dan tertua yang mendalami pulau Kalimantan.
Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh
orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Secara bahasa, Dayak sebetulnya
bukanlah nama sebuah suku. Adapun yang disebut “Orang Dayak” dalam bahasa
Kalimantan secara umum artinya adalah “Orang Pedalaman” yang jauh dari
kehidupan kota. Dan ‘Orang Dayak’ itu tadi bukan dikhususkan untuk sebuah suku
saja, akan tetapi terdapat bermacam-macam suku. Contohnya, Dayak Kenyah, Dayak
Hiban, Dayak Tunjung, Dayak Bahau, Dayak Benua, Dayak Punan serta masih
terdapat puluhan Uma (anak suku) yang tersebar di berbagai hutan di wilayah
Kalimantan.
B. Perubahan
Sosial pada Suku Dayak
Tidak sedikit kelompok masyarakat atau suku yang menolak
adanya perubahan. Mereka menganggap itu semua sebagai ancaman. Salah satu
contoh di Indonesia adalah dari sekian banyak Suku Dayak, Suku Dayak
Punan lah yang masih terbelakang baik budaya maupun kehidupan mereka. Suku ini
tinggal di goa-goa anak sungai,pegunungan, dan lain-lain. Mereka juga tak
mengenal pakaian bagus dan kemajuan zaman, malah mereka juga merasa takut dan
alergi terhadap sabun. Mereka juga sangat tertutup terhadap dunia luar dan
sulit berkomunikasi pada masyarakat. Ini semua disebabkan oleh
larangan-larangan dari leluhur mereka yang tak berani mereka langgar.
Tapi, masih ada sedikit Suku Dayak Punan yang modern yaitu ,
golongan Dayak Punan Berusu. Mereka tinggal di daerah pesisir. Kehidupan
mereka sangat berbeda dengan Suku Dayak Punan primitif. Mereka senang
berpesta. Meskipun mereka memiliki kebebasan bergaul sesama, mereka juga
tak pernah menerima masyarakat lain ke dalam kehidupan mereka. Walaupun
masyarakat tersebut adalah orang orang dari Suku Dayak. Perubahan memang
tidak dapat dihindari. Cepat atau lambat manusia akan mengalami perubahan
sosial. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh penemuan baru, perubahan jumlah
penduduk, sistem pendidikan yang maju, keinginan untuk maju dan orientasi ke
masa depan dan lain-lain. Namun perubahan tersebut tidak harus kita terima
begitu saja kita harus menyaring yang positif dan bermanfaat bagi kita karena
perubahan sosial negatif malah cenderung akan merusak kita atau bahkan
menyesatkan kita.
Selain itu muncul juga pengaruh islam yang
berasal dari kerajaan Demak seiring dengan makin luasnya perdagangan dengan
bangsa melayu sehingga Kalimantan secara teritori masuk di dalam arus
perdagangan itu sendiri. Maka sedikit terjadi perubahan sosial seiring dengan
sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai
orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar.
Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk
ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi,
Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagian
lagi terus terdesak masuk rimba. Belum
lagi kedatangan bangsa Tionghoa yang
bermaksud untuk berdagang dan berburu emas ini pun memiliki pengaruh
meskipun tidak terlalu besar.
Warukin adalah desa
yang didiami oleh sebagian besar masyarakat suku dayak maanyan, masyarakat ini
memegang teguh pada hukum adat yang telah diwarisi dari nenek moyang mereka.
Sekarang kebudayaan dan adat istiadat tetap dilestarikan dan masih dipimpin
oleh Ketua Adat dan Penghulu Adat, suku yang tinggal diwarukin sudah beragam ada
suku jawa, batak dan suku banjar. Dalam melangsungkan dan mempertahankan
kehidupannya, mereka tidak dapat di pisahkan dengan hutan, hutan yang berada
disekeliling mereka merupakan bagian dari kehidupannya, dari hutanlah mereka
memperoleh sumber-sumber kehidupan, meliputi mengumpulkan hasil hutan, berburu,
menangkap ikan, perkebunan rakyat seperti karet, kelapa, kopi, buah-buahan dan
lain-lain. Kegiatan perekonomian yang pokok adalah berladang, sebagai usaha
untuk menyediakan kebutuhan beras dan perkebunan rakyat sebagai sumber uang
tunai yang dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang lainnya.
Kegiatan ini tetap mereka lakukan sampai sekarang walaupun ada pekerjaan lain
baik di sektor swasta maupun di pemerintahan. Dengan di bukanya pertambangan
pertamina dan jalur lintasan pengangkutan batu bara di sebagian lahan dan tanah
penduduk di beli oleh pihak perusahaan dalam bentuk nominal, dalam kondisi ini
masyarakat mulai mengalami perubahan distatus sosial nya.
Di era globalisasi
sekarang ini, dimana rujukan modern mengambil Barat sebagai patokan, kompetisi
sebagai dasar hubungan dan kekuasaan sebagai orientasi membawa manusia Dayak
semakin terasing dari karakternya. Dasar solideritas dipecah dan direkayasa
secara historis dan sistematis lewat pelabelan budaya tradisional yang tidak
sehat dan tidak modern, sehingga pada kondisi tertentu mendorong mereka tinggal
dan membangun rumah tunggal, konsekuensi logis atas ini semua membawa
masyarakat Dayak pada ruang individualistis.
C. Faktor Pendorong
Perubahan Sosial
1. Sikap Mudah Menerima Hal-Hal Baru
Masyarakat dayak
sangat tertarik ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan
baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi
jual-beli barang kebutuhan, dan interaksi kebudayaan, menyebabkan pesisir
Kalimantan Barat menjadi ramai dikunjungi pendatang, baik dari Indonesia maupun
dari luar.
2. Keinginan untuk Memperbaiki
Kehidupannya
Kesadaran masyarakat Suku Dayak pedalaman Kalimantan Tengah
di bidang pendidikan bukan merupakan hal yang baru. Berbagai bentuk kesadaran
yang selama ini telah ada antara lain, kesadaran untuk mendirikan taman
kanak-kanak berbasis Posyandu, pendirian sekolah dasar secara bergotong-royong
di atas tanah adat, penyediaan tanah dan bangunan untuk SMP satu atap, dan
berbagai bentuk pendidikan dengan misi keagamaan. Kesadaran masyarakat Suku
Dayak terhadap arti pendidikan anak sebenarnya merupakan manifestasi
kesungguhan masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam meningkatkan sumber daya
manusia.
3. Ketidakpuasan Manusia untuk
Memperbaiki Kehidupannya
Suku Dayak memiliki keinginan tidak terbatas agar dapat
hidup lebih baik. Mereka cenderung mengembangkan dan menciptakan hal-hal baru
untuk mencapai titik kepuasan yang diinginkan. Hal itu dapat dibuktikan pada
Suku Dayak Benuaq yang mulai percaya dengan pengobatan tradisional belian, yang
awalnya mereka melakukan pengobatan dengan cara mempercayai roh-roh halus.
D. Faktor Penghambat Perubahan
1.
Kurangnya Interaksi dengan Masyarakat Lain
Suku punan sulit berkomunikasi dengan masyarakat umum. Kebanyakan mereka tinggal di hutan-hutan lebat, di dalam goa-goa batu dan pegunungan yang sulit dijangkau. Sebenarnya hal tersebut bukanlah kesalahan mereka. namun karena budaya pantangan leluhur yang tak berani mereka langgar terjadilah keadaan demikian.
Suku punan sulit berkomunikasi dengan masyarakat umum. Kebanyakan mereka tinggal di hutan-hutan lebat, di dalam goa-goa batu dan pegunungan yang sulit dijangkau. Sebenarnya hal tersebut bukanlah kesalahan mereka. namun karena budaya pantangan leluhur yang tak berani mereka langgar terjadilah keadaan demikian.
2. Prasangka terhadap Kebudayaan Baru dan
Asing
Suku Punan trauma terhadap
peperangan dengan Suku Madura, sehingga mereka takut bertemu dengan kelompok
masyarakat manapun. Mereka kawatir pembantaian dan peperangan terulang kembali
sehingga mereka bisa habis atau punah tak bersisa. Karena itulah oleh para
leluhur mereka memberlakukan pelarangan dan pantangan bertemu dengan orang yang
bukan dari kalangan mereka.
4. Sikap
Tradisional Masyarakat
Pola-pola pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat Suku Dayak
berdasarkan hasil pengamatan sementara berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Mereka cenderung mengutamakan unsur gotong-royong dan kekeluargaan. Sistem
kekerabatan masih melekat kental pada suku ini. Prinsip bahwa kesejahteraan
keluarga adalah tanggungjawab bersama masyarakat lainnya sehingga mereka selalu
mengupayakan agar keluarga yang berkekurangan juga tercukupi kebutuhan
hidupnya. Sebagian besar masyarakat mengantungkan hidupnya pada hasil
pertanian, perkebunan dan hasil hutan sebagai mata pencaharian yang masih
bersifat tradisional. Dalam hal mengelola pertanian, perkebunan dan hasil
hutan, masyarakat Suku Dayak memegang teguh adat istiadat atau kepercayaan
leluhur yang serupa dengan ajaran moral.
5. Adat dan Kebiasaan yang Sulit Diubah
Suku Dayak masih terikat
dengan adat dan kebiasaan yang diajarkan oleh leluhur mereka yang mana hal itu
juga membuat pola pikir dan perilaku masyarakat sulit diubah. Salah satunya
adalah tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur
tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah
panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya
penguburan di Kalimantan :
- penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
- penguburan di dalam peti batu (dolmen)
- penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
E. Dampak Perubahan
1. Dampak
Positif
a. Munculnya
Nilai dan Norma Baru Sesuai Perkembangan Zaman
Pada Suku Dayak terjadi perubahan sosial yang
lambat, meskipun begitu hal itu secara tidak langsung memunculkan nilai dan
norma baru sesuai dengan perkembangan zaman.
b. Reorganisasi
Reorganisasi adalah sebagai penyusunan atau
penataan kembali suatu kelembagaan. Reorganisasi dilakukan karena nilai dan
norma pada Suku Dayak sudah dianggap tidak berfungsi dengan baik sehingga
terjadi pergeseran dari tradisional ke modern.
c. Modernisasi
Dampak
positif yang sangat terasa yaitu pada kemajuan teknologi, misalnya pada waktu
dulu masyarakat melakukan akitfitasnya hanya dengan berjalan kaki, namun karena
modernisasi masyarakat dipermudah dengan adanya kendaraan bermotor.
Dari
segi pendidikan, sudah banyak juga masyarakat dayak mentuka yang mengenyam
pendidikan tinggi, bekerja diinstansi pemerintahan. Kesadaran masyarakat Dayak
mentuka sanggat tinggi dalam dunia pendidikan, hali ini bisa dibuktikan dengan
banyaknya mahasiswa yang berasal dari masyarakat dayak mentuka, selain itu di
berbagai instansi pemerintahan juga banyak didapati masyarakat dayak mentuka,
bahkan ada yang menjadi wakil bupati sekadau.
2. Dampak
Negatif
a.
Pudarnya Solidaritas Sosial
Perubahan kebudayaan berdampak pada perubahan pola
hidup dan pola pikir suku Dayak saat ini dan itu berpengaruh pula terhadap
keterbukaan dan kebersamaan suku Dayak, pada mulanya mereka belum mengenal
sifat yang individualistis sekarang sifat itu mulai ada dalam sikap hidup mereka
walaupun tidak sepenuhnya merubah konsep hidup orang Dayak dan itu diakibatkan
oleh kemajuan zaman. . Kemajuan zaman juga mempengaruhi kebutuhan hidup suku
Dayak dan semua itu memang akibat dari pengaruh globalisasi dan modernisasi.
b. Disorganisasi
Nilai dan norma pada suku Dayak melemah
karena dipengaruhi masuknya kebudayaan dari luar. Penerapan
modernisasi ala Barat yang memiliki prasyarat masifikasi individualisme merubah
pola pikir dan pola hidup masyarakat Dayak. Dengan hal tersebut semakin membawa
manusia Dayak terasing dari solideritas yang pernah menjadi karakternya dahulu.
F. Sikap yang Perlu Dikembangankan
1. Meningkatkan Sumber Daya Manusia
Meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam hal daya penangkapan, pemilihan, penyerangan, dan penyesuaian
unsur – unsur kebudayaan asing terhadap perkembangan peradaban bangsa, sehingga
merupakan pengolah budaya yang fungsional. Belajar
dengan giat agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan
perkembangan zaman.
2. Memperkuat Nasionalisme atau Kesadaran Nasional
Meningkatkan
usaha pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan nasional untuk memperkuat
kepribadian bangsa, kebangsaan nasional, dan kesatuan nasional, termasuk
membalik dan memupuk kebudayaan daerah sebagai unsur-unsur budaya penting yang
memperkaya dan memberi corak pada kebudayaan nasional.
Membina
kebudayaan nasional harus sesuai dengan norma-norma pancasila. Disamping itu,
ditunjukan untuk mencegah tumbuhnya nilai-nilai social budaya yang bersifat
feodal, juga menanggulangi penngaruh kebudayaan asing yang negative serta
dilain pihak cukup memberikan kemampuan masyarakat untuk menyerap nilai-nilai
dari luar yang positif dan yang memang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses
pembangunan selama tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa.
3. Berpegang Teguh pada Norma-Norma Sosial
Menyeleksi
budaya asing agar dapat menerapkan budaya positif dan meninggalkan budaya
negative. Mengfilter setiap budaya yang masuk, hanya menerima budaya yang
positif dan sesuai dengan norma-norma sosial.
4. Menjunjung Nilai-Nilai Budaya
Membina
dan memelihara tradisi-tradisi serta peninggalan sejarah yang mempunyai
nilai-nilai perjuangan dan kebangsaan untuk mewariskannya kepada generasi muda.
Nilai-nilai budaya Indonesia terus dibina dan dikembangkan guna memperkuat
kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebangsaan nasional serta
memperoleh jiwa kesatuan nasional.
5. Menghindari Sikap Individualis
Tetap
mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi. Menjaga integritas
nasional.
G. Kajian Teori
Perubahan sosial pada Suku Dayak menganut
pada teori linier. Teori Linier atau teori evolusioner menurut Comte (Wahyu,
2005:4), dalam teorinya yang dikenal dengan nama “Hukum tiga tahap”, comte
mengemukakan bahwa sejarah
memperlihatkan adanya tiga tahap yang dilalui peradaban. Pada tahap pertama
yang diberinya nama “teologis”, Comte melihat bahwa semua hubungan sosial
diarahkan oleh kekuatan-kekuatan supranatural (adikodrat). Comte (Lauer, 1989),
membagi lagi tahap teologis ini menjadi tiga tahap, yaitu: (a) kepercayaan
kepada kekuatan jimat (fetishism); (b) kepercayaan terhadap banyak dewa
(polytheism); dan (c) kepercayaan terhadap Tuhan (monotheism). Pada tahap ini,
manusia membayangkan semua benda di luar dirinya dihidupkan oleh kekuatan yang
sama dengan yang menghidupkan dirinya, perbedaannya hanya intensitasnya saja.
Tahap kedua, tahap “metafisik”, yakni tahap peralihan dari kepercayaan terhadap
unsur adikodrati tergeser oleh prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai
dasar perkembangan kebudayaan. Tahap ini manusia mengasumsikan fikiran bukan
ciptaan adikodrati tetapi ciptaan “kekuatan abstrak”, sesuatu yang benar-benar
dianggap ada, yang melekat didalam diri seluruh manusia dan mampu menciptakan
semua fenomena. Hukum abstrak menjadi alat penjelasan sesuatu fenomena. Tahap
ketiga, tahap “positif atau ilmiah”, yaitu pikiran manusia tidak lagi mencari
ide-ide absolute, yang asli dan mentakdirkan alam semesta, dan yang menjadi
penyebab fenomena; tetapi nalar dan pengamatan menjadi alat utama dalam berpikir.
DAFTAR PUSTAKA
http://arisudev.wordpress.com/2010/11/29/perubahan-sosial-budaya/http://r0edin.blogspot.com/2011/09/perubahan-sosial-budaya-dalam.html
http://clubbing.kapanlagi.com/threads/
http://clubbing.kapanlagi.com/threads/
http://indonesia.stt-mandala.web.id/ind/2517-2408/Suku-Dayak_29896_stt-mandala_indonesia-stt-mandala.html
Komentar
Posting Komentar